Rabu, 28 September 2011

SURAT DARI TUHAN YESUS - ARTIKEL

JANGAN PERNAH MENYERAH DAN PUTUS ASA


Kadangkala hidup mengharuskanmu menangis tanpa sebab. Kamu merasa sudah berbuat baik dan benar, tetapi masih banyak kritikan yang dialamatkan kepadamu. Kamu mengira keputusan yang kamu ambil sudah tepat, ternyata perkiraanmu keliru.
Jangan putus asa !! Bangkitlah !!
Matahari tanpa sinar tidak layak disebut matahari. demikian juga dirimu. kau adalah matahari yang seharusnya memancarkan sinar, sekalipun mendung kelabu menutupi pandangan orang untuk melihat keindahan cahayamu.
 AKU sering melihat melihatmu marah ketika kamu melihat orang lain berhasil.
Untuk apa kamu menginginkan keberhasilan orang lain?

Bukankah AKU udah menyediakan suksesmu sendiri?
Kamu tidak pernah mengejarnya, jadi kamu tidak pernah bisa memilikinya.
Matamu tidak terfokus kepada rancangan-Ku yang dahsyat atas hidupmu, melainkan tertuju kepada karya-Ku yang luar biasa atas hidup orang lain.
Jadilah seperti air..Selalu mengalir...melewati semua benda, menembus semua sisi dan tanpa batas.
Anak-Ku,,,jangan mau dikalahkan oleh keadaan,,tetapi kalahkan keadaaan !!
Anak-Ku yang terkasih,,,jangan sakit hati ketika kau ditegur, padahal kau merasa sudah mengerjakan yang terbaik.
Sakit hati itu hanya akan membuat tidurmu tidak nyenyak dan perasaanmu tidak nyaman.
Buanglah itu dari hatimu dan pikiranmu !
Kuasailah dirimu sedemikian rupa hingga kamu bisa mengatasi perasaan diperlakukan tidak adil, dilecehkan, diremehkan ataupun dikhianati oleh sesamamu.
Bukankah untuk itu kau hidup? untuk melihat kenyataan bahwa di dunia ini yang paling mengerti perasaanmu dan menerima dirimu apa adanya hanya AKU?
Jauhilah segala bentuk kemarahan, tetapi jangan jauhi AKU.
Anak-Ku, ingatlah hal ini baik-baik. Aku selalu mebuka tangan-Ku lebar-lebar untuk memberimu rasa aman, kapanpun kau membutuhkannya.
AKU senantiasa menyiapkan bahu untuk tempat kepalamu bersandar dan mencurahkan tangis.
AKU melakukannya karena AKU sungguh-sungguh peduli padamu !!

Ayah yang selalu mengasihimu, ,
From me, YESUS



WAKTU-WAKTU YANG SULIT - KESAKSIAN


Aku dan suamiku merasa letih pada hari Natal itu. Sebagai dosen, kami telah menyerahkan nilai-nilai semester sebelumnya pada musim gugur. Kami segera menyiapkan beberapa kopor dan mengajak anak-anak untuk mengadakan perjalanan ke rumah kakek dan nenek mereka di California.
Suamiku, David, tergores jarinya ketika ia menutup kopor. Jarinya tak berdarah dan ia pun tak menghiraukannya. Ketika kami akan berangkat, ayahku menelepon dan mengatakan bahwa ibunya atau nenekku baru saja meninggal dunia. Pemakamannya akan dilangsungkan segera sesudah hari Natal.
Pada Malam Natal, David mengatakan bahwa dia merasa sakit di bawah lengannya. Tetapi ia berpikir bahwa sakit itu akan hilang dengan sendirinya. Selanjutnya, kami berkumpul dan membuka sumbangan simpati bersama-sama anak-anak kami dan orang-orang yang datang pada acara pemakaman.
Tiba-tiba, David gemetar dan harus berbaring ketika hadiah terakhir dibuka. Dua hari berikutnya, David memburuk. Badannya terasa sakit, terutama lengannya. Ia hampir tidak bisa menahan rasa sakitnya dan akhirnya muntah-muntah. Aku menelepon dokter kami di Utah.
Menurut dokter, David mungkin terserang influenza. Pada Selasa pagi, aku merasa bahwa David bisa ditinggalkan selama satu jam. Kami pergi ke gereja untuk pemakaman Nenek. Lagipula, aku ikut berbicara pada acara pemakaman itu. David bisa mengurus dirinya untuk beberapa saat.
Acara pemakaman itu bisa menjadi sarana reuni yang hangat dengan saudara-saudaraku. Aku adalah cucu perempuan yang paling tua sehingga aku berbicara mewakili semua cucu perempuan. Nenek meninggal dunia pada usia 94 tahun. Menurutku, ia mempunyai hidup yang panjang dan produktif. Para wanita dari keluarga Waite adalah pribadi-pribadi yang kuat. Ketika aku duduk, seorang tetangga memberiku sebuah kertas berisi pesan singkat yang dikirim oleh gereja bahwa suamiku telah dibawa ke rumah sakit dengan ambulans.
Ketika aku tiba di rumah sakit, aku mendapatkan David di ambang kematian. Ia hampir tidak sadar. Tetapi ia cukup sadar untuk merasakan sakit yang hebat. Di tengah rasa sakit yang luar biasa, ia mengatakan kepadaku bahwa badannya mulai membeku beberapa saat setelah kami meninggalkannya. Ia merasakan ada suara yang memperingatkannya, "Anda memerlukan ambulans sekarang." Setelah mendengarkannya beberapa kali, ia merangkak ke telepon dan memutar 911.
Operator berusaha agar David tetap sadar dan berbicara. Tetapi David akhirnya meletakkan telepon. Ia merangkak ke pintu depan dan membuka kuncinya. Kemudian, ia berbaring di sofa. Paramedis menemukannya dalam keadaan hampir tidak sadar dengan denyut nadi yang tak dapat dideteksi. Akhirnya, mereka melarikannya ke rumah sakit.
Beberapa tes dilakukan, termasuk di dalamnya tes dengan sinar X dan USG. Para dokter bingung karena mereka tak dapat mendiagnosis masalahnya. Ketika selesai menjalankan pemeriksaan MRI, ia memperlihatkan suatu tanda berwarna hitam keunguan di salah satu sisi badannya. "Apakah ia mabuk di jalan kecil semalam? Apakah seseorang menendangnya?" mereka bertanya. Aku meyakinkan mereka bahwa itu bukan penyebabnya. Para dokter memanggilku setelah mereka berdiskusi selama beberapa menit lagi.
"Kami rasa, kami tahu penyebabnya. Ini mungkin 'necrotizing fasciitis', atau lebih dikenal sebagai bakteri pemakan daging. Apakah Anda pernah mendengarnya?"
"Tidak," jawabku.
"Ini adalah bakteri yang mematikan. Kami akan mengoperasinya dan membedahnya dari pergelangan tangan ke paha. Ini untuk mendeteksi jaringan yang terinfeksi. Penyakit ini sangat jarang terjadi. Bakterinya mungkin masuk ke dalam tubuhnya lewat luka. Apakah ia pernah mengalami luka di jari atau lengannya akhir-akhir ini?"
"Jarinya luka terkena retsleting ketika ia menutup kopor, hanya itu."
"Ini bakteri biasa, tetapi badan kita seharusnya bisa melakukan perlawanan. Karena sesuatu hal, bakteri ini telah menyerang suamimu. Ia mempunyai kesempatan hidup 5 -- 10% untuk melewatinya. Penyakitnya sangat parah. Ia akan tampak seperti digigit ikan hiu setelah kami selesai membedahnya."
Aku tahu bahwa persentase kesempatan hidup itu adalah cara lain untuk mengatakan bahwa suamiku mungkin akan meninggal. "Menurutku, kesempatan hidup 10% itu tetap berharga. Marilah kita mempertahankan hidupnya. Marilah kita menyelamatkannya," jawabku.
Semua anak kami masuk ke dalam ruangan untuk mendoakan kesembuhan bagi ayah mereka.
Di serambi rumah sakit, para perawat membawakan kursi dan jus buat kami agar kami tidak pingsan. Kami semua kaget karena David kelihatan dalam keadaan sehat. Ternyata, ia di ambang maut karena suatu penyakit yang sangat berbahaya. Saat itu, dia dalam keadaan setengah sadar. Sebelum dioperasi, aku membisikkan sesuatu kepadanya, "Pilihlah hidup, David. Pilihlah hidup."
Aku juga tahu bagaimana cara memperbesar kemungkinan. Aku mengumpulkan keluargaku di ruang tunggu kamar operasi. Kebetulan, ruang tunggu itu kosong. Kami segera berlutut dan berdoa bersama.
Aku berkata, "Bapa kami yang di surga, dokter-dokter tidak tahu apa yang diderita David, tetapi Kau tahu. Mereka tak tahu bagaimana menyembuhkannya, tetapi Kau tahu. Berkatilah mereka sehingga mereka tahu bagaimana menyelamatkan tubuh David. Biarlah kehendak-Mu yang terjadi." Kalimat yang terakhir ini sulit diucapkan. Tetapi itu harus kuucapkan karena aku tidak boleh memerintah Tuhan.
Kemudian, aku masuk ke sebuah ruang kantor yang dikosongkan. Atas izin rumah sakit, aku melakukan telepon jarak jauh ke beberapa orang, yakni orang tua David, pendeta jemaat gereja kami, teman baikku Beth, dan kepala bagian bahasa Inggris universitas. Aku memohon agar mereka menelepon orang-orang yang kami kenal dan meminta orang-orang tersebut agar berdoa untuk David: "Dua jam setelah ini sangat menentukan hidup suamiku. Tolong doakan dia. Aku percaya akan mukjizat dan kuasa doa." Hari itu, ratusan teman kami sedang berdoa untuk David.
Para dokter ahli bedah muncul beberapa jam berikutnya dengan membawa berita baik. Ternyata, bakteri belum menyebar seperti yang mereka duga sebelumnya. Dan, David tetap hidup. Kami bersorak dan merasa seakan doa-doa kami telah terjawab. Tetapi David masih dalam keadaan sangat sakit dan tetap berada di ambang kematian.
Saat itu, ada sebuah tim yang beranggotakan dua belas dokter. Mereka memunyai spesialisasi yang berlainan. Mereka memberitahu kami bahwa bakteri strep A sedang menggerogoti kulit David serta lapisan-lapisan jaringan dan otot. Infeksinya menjalar dengan kecepatan satu inci per jam. Dokter-dokter melakukan operasi besar setiap hari. Mereka memotong jaringan yang mati atau yang terinfeksi.
David ditempatkan di dalam ruang "hyperbaric" selama beberapa jam setiap hari. Ruang ini bertekanan dan mempunyai daya gravitasi lebih berat daripada yang ada dalam sistem tubuh. Ruang ini diisi penuh dengan 100% zat asam. Tekanannya dinaikkan agar zat asam langsung masuk ke dalam sel-selnya. David bertahan hidup dua hari lagi.
Ternyata keadaannya tidak mengalami kemajuan. Ahli bedah utama berbicara kepadaku secara jujur. "Aku memunyai perasaan tak enak mengenai hal ini," katanya memperingatkan. "Menurutku, bakteri-bakteri itu telah menjalar ke leher dan jantungnya."
Aku pulang dengan keyakinan bahwa kematian David akan segera tiba. Aku harus berpikir untuk merelakan kepergiannya. Sepanjang malam itu, aku mencoba berdoa untuk kehidupan David. Aku juga mencoba untuk keluar dari kegelapan yang menyelimutiku.
Setelah itu, aku kembali ke rumah sakit. Aku siap untuk mengucapkan selamat jalan kepada David bila itu yang dikehendaki Tuhan. Tapi aku kaget ketika mendengar berita dari ahli bedah bahwa keadaan David berubah menjadi lebih baik. Badannya mulai bisa memerangi bakteri.
Siang itu, ahli bedah memberitahuku bahwa ia akan mendatangkan seseorang untuk mengamputasi lengan David. David telah kehilangan sebagian besar kulit dan ototnya. "Tetapi, David seorang pemain piano," aku memprotes. "Bila Anda ada di ruang bedah, mohon diingat bahwa David adalah seorang pemain piano."
Di rumah, kami memutuskan untuk berdoa, terutama untuk lengannya. Terus terang, aku belum pernah berdoa untuk suatu bagian tubuh tertentu. Setiap hari selama seminggu, para ahli bedah datang dan mereka siap untuk mengamputasi lengannya. Namun, mereka memutuskan untuk membiarkannya karena lengan itu masih memunyai sejumlah jaringan yang sehat. Meskipun demikian, penyakit ini telah menggores urat saraf utama. Kalaupun tidak diamputasi, para dokter memprediksi bahwa lengan David akan lemah.
Beberapa hari kemudian, David dapat menggerakkan jari dan tangannya. "Nah, kelihatannya Anda dapat menggerakkannya, tetapi bermain piano masih diragukan. Anda pun harus melupakan untuk bermain tenis," ahli bedah mengatakan kepadanya. "Lagipula, andaikata Anda tiba di lapangan tenis, Anda akan bermain seperti orang yang sudah tua." David penuh semangat karena telah mendapatkan hidupnya kembali. Ia segera menantang ahli bedah itu untuk bermain tenis bila ia sudah sembuh.
David hidup. Tetapi setelah beberapa bulan kemudian, ia kehilangan hampir 50% dari kulit di bagian atas tubuhnya. Para dokter mengganti kulit itu dengan cangkokan kulit yang diambil dari pahanya sampai tertutup oleh kulit yang baru.
Akhirnya, ia meninggalkan rumah sakit dan pulang dengan perayaan besar. Ketika kami tinggal berdua, aku dan David saling memandang dan memutuskan untuk mencoba bermain piano di rumah. Menurutku, bila ia dapat bermain beberapa nada, aku akan menganggap itu sebagai suatu keberhasilan.
Dengan kekhawatiran, David meletakkan kedua tangannya di atas deretan tuts piano. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Apakah jari-jarinya dapat bekerja? Apakah keterampilannya hilang untuk selamanya? Aku menahan napas. David mulai bermain. Secara luar biasa, ia masih dapat memainkan piano dengan sangat indah. Ia menggubah sebuah karya musik saat itu.
Tetapi itu bukan akhir dari kemajuan David. Dari Natal itu sampai ke Natal berikutnya, David menjalani terapi fisik untuk mengembalikan kelenturan di dada, punggung, dan lengannya.
Ketika Natal berikutnya hampir tiba, kami memutuskan untuk mengunjungi orang tuaku di masa liburan. Ini untuk membuktikan kepada mereka bahwa kami dapat berlibur tanpa seorang pun yang sakit atau masuk rumah sakit. Dengan semangat tinggi, David menelepon ahli bedahnya dan mengingatkannya tentang tantangan untuk bermain tennis. Si ahli bedah senang mendengarkan tantangannya.
Pada malam Natal, David dan dokternya bertemu di sebuah lapangan tenis. Mereka bermain ganda melawan sepasang dokter lainnya. Ahli bedahnya bersorak setiap kali David memukul bola. Ia memanggil dokter-dokter lain ke jaring net untuk memperlihatkan bekas-bekas dan cangkokan kulit di sekujur tubuhnya. Pada akhir permainan, David dan ahli bedahnya menang 40-0.
Meskipun tahun itu merupakan tahun yang sangat sulit bagi kami, masa itu merupakan masa yang kudus. Keluarga kami mengalami 3 mukjizat melalui cinta dan doa-doa ratusan orang di sekeliling kami. David hidup, ia tetap memunyai kedua lengannya, serta ia dapat bermain tenis dan memainkan sonata-sonata Beethoven.
Aku mendapati bahwa sebagian besar doa permohonanku telah berubah menjadi doa ucapan syukur.

TUJUH JENIS DAUN TEH YANG MUJARAB - ARTIKEL


7 Daun Teh
Pada jaman permulaan Kristen, seorang dokter dipenjarakan secara tidak adil oleh Kaisar.    Setelah  beberapa  minggu,  keluarganya diijinkan menengoknya. Mereka begitu sedih, melihat  pakaiannya compang-camping, makanannya tiap hari hanya sepotong roti dan secangkir air.  Namun isteri dokter  ini  heran  dan  bertanya, "Bagaimana mungkin kamu kelihatan begitu sehat?  Kamu tampak seperti seseorang yang baru datang dari suatu pesta pernikahan."
Dokter itu tersenyum.   Ia mengatakan, ia menemukan sejenis teh yang mujarab  untuk  melawan  penderitaan dan kesedihan.  Teh itu terdiri dari 7 macam daun-daunan sebagai berikut:
DAUN PERTAMA sebut saja "Kepuasan".  Puaslah dengan apa yang kau punyai.   Aku      memang  kedinginan  dalam  pakaian  rombengku,  kala  mengunyah  serpihan-serpihan roti  keringku.   Tetapi  seharusnya  kondisiku jauh lebih buruk seandainya Kaisar  melemparkan  aku  dalam keadaan telanjang ke sebuah penjara dibawah  tanah tanpa makanan sama sekali.
DAUN  KEDUA  sebut  saja  "Akal  Sehat". Gembira atau sedih, aku tetap di penjara, mengapa harus mengeluh?
DAUN  KETIGA  adalah "Kenangan akan dosa-dosa lama". Hitunglah mereka dan atas  perkiraan  bahwa  setiap dosa patut mendapat ganjaran penjara 1 hari, hitunglah  berapa lama harus kita jalani dalam penjara.  Apa yang aku alami tidak seberapa.
DAUN  KEEMPAT  ialah "Ingatan akan kesedihan yang ditanggung Kristus dengan gembira  bagi  kita". Bila satu-satunya  orang yang pernah dapat memilih nasibnya di bumi, memilih penderitaan, nilai luar biasa apa yang pasti dilihatNya  didalamnya. Karena itu, kita yakin,  penderitaan yang kita tanggung dengan tenang dan penuh gembira menebus dosa-dosa kita.
DAUN  KELIMA  ialah  "Pengetahuan bahwa penderitaan yang diberikan kepada kita  oleh  Tuhan  seperti  dari  seorang ayah, tidak untuk merugikan kita, tetapi  untuk  membersihkan  dan  menyucikan  kita".  Penderitaan yang kita  lalui  mempunyai  tujuan  untuk  memurnikan kita dan menyediakan kita masuk Surga.
DAUN  KEENAM   merupakan  "Pengetahuan bahwa tak ada penderitaan yang dapat merugikan  kehidupan  seorang  Kristen."   Bila kesenangan daging merupakan segalanya,  maka  sakit  dan  penjara  mengakhiri  tujuan  hidup seseorang. Tetapi  bila  sumber  kehidupan  adalah kebenaran, maka Penjara tidak dapat menghentikan  aku  dari  mencintai,  untuk  percaya dan selalu hidup tenang dimana berada.
DAUN  KETUJUH   merupakan  "Harapan".   Roda  kehidupan tidak selamanya meletakkan  dokter  di  penjara,  mungkin akan kembali ke istana dan bahkan duduk di singgasana

RENCANA TUHAN - ARTIKEL

Danielle duduk sambil mendesah, perasaannya galau dan sangat letih. Pengalaman hari itu membuatnya frustrasi. Hanya dengan 40 dollar di dalam dompet, dia dengan putus asa berusaha mencari bank yang mau memberikan uang terhadap pembayaran berbentuk cek yang ada di tangannya.
Dia tinggal di kota kecil, dan tidak terdaftar di salah satu bank di sana – dan bank tampaknya tidak memiliki niatan untuk membantu. Selama 2 minggu dia berusaha dan berusaha – tapi tampaknya tidak berguna. Dengan uang tunai yang berkurang dengan cepat, dia tidak memiliki lagi sumber keuangan yang lain. Bagaimana dia bisa terus menopang hidupnya sendiri beserta kedua anaknya? Dia hanya berpikir berapa lama lagi dia dan kedua anaknya dapat bertahan dengan uang yang tersisa.
Untuk melepaskan diri dari segala beban yang sedang ditanggungnya, Danielle memutuskan untuk mengikuti pertemuan di Pusat Dukungan Wanita yang ada di kota kecil itu. Para wanita yang ada di pertemuan itu telah banyak memberi semangat hidup padanya saat dia lari dari rumah untuk menyelamatkan diri. Pikirannya mengembara kemana-mana saat dia duduk di ruang pertemuan. Dengan keputusasaan yang dalam, dia ingin agar dapat memperoleh harapan dan semangat yang baru sehingga bisa menjalani hidup sebagai orang tua tunggal.
”Selamat siang semuanya,” terdengar suara yang membuyarkan lamunan Danielle. Itu adalah pemimpin kelompok wanita itu. “Apakah ada yang mau mulai?”
Duduk di samping Danielle, Amy membersihkan tenggorokannya. “Saya,” katanya. Amy mulai menceritakan secara terperinci keadaan hidupnya yang sangat menyedihkan. Dia mulai dari masalah pribadi yang berat dengan suaminya dan baru beberapa hari kehilangan rumah dan mobilnya. Telepon dan aliran listrik terancam akan diputus. Suaminya telah menghabiskan seluruh uangnya untuk judi. Dia juga tengah berjuang untuk melepaskan diri dari kecanduan obat-obatan. Hubungan dengan suaminya memburuk sampai pada tahap mengancam keselamatan dirinya. Uang terakhir yang ada sudah dibelanjakan membeli makanan untuk anaknya dan pempers untuk bayinya. Tidak ada lagi yang tersisa. Sama sekali tidak ada.
Saat Amy meneruskan penjelasannya, Danielle mendengar bisikan Tuhan di dalam hatinya. “Setelah pertemuan selesai, berikan 20 dollar pada Amy.” Tapi Danielle langsung berpikir, “Tapi saya tidak bisa. Saya hanya punya 40 dollar satu-satunya.” Kembali dia mendengar perintah itu, bahkan lebih jelas.
Danielle tahu bahwa dia harus taat. Saat selesai pertemuan, dia mengambil dompet dan perlahan menarik uang 20 dollar untuk Amy. Karena mengetahui keadaan Danielle, awalnya Amy enggan untuk menerima pemberian itu. Tetapi saat para wanita lain berdatangan memberi Amy pelukan dan dukungan, Danielle berkata padanya  bahwa Tuhan menginginkan hal itu dilakukanya. Kemudian Danielle keluar.
Saat Danielle membuka pintu mobil, dia mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh saat Amy melangkah ke arahnya, Air mata mengalir di pipi saat Amy berkata, “Bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya. Air mata itu semakin deras saat Amy mengambil dompetnya. Dari dalam  dia menggeluarkan selembar kertas kuning botol obat. “Saya mengambilnya kemarin.” Dia menunjukkan kalimat di barisan bawahnya. “Saya penderita diabetes yang bergantung dengan obat. Saya perlu obat ini setiap hari sepanjang hidup. Sampai tadi pagi saya tidak tahu bagaimana saya bisa membeli obat ini lagi untuk menyambung hidup.” Air matanya kembali mengalir saat dia menunjukkan bahwa obat itu harganya tepat 20 dollar.
Itu adalah saat dimana Danielle merasa diperbaharui semangatnya dengan harapan dan kedamaian. Dia berkata pada Amy, bahwa dia tidak tahu kalau Amy memerlukan obat diabetes itu; tetapi Tuhan tahu.  Saat dia melihat bahwa masalah Amy jauh lebih besar daripada yang dihadapinya, Tuhan memperlihatkan bahwa Ia mampu menolongnya menuntun setiap langkah dan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya sehingga bisa melewatinya, satu langkah setiap saat. Kata-kata penghiburan dan penguatan yang diucapkan Danielle kepada Amy sebetulnya adalah kata-kata untuknya sendiri.
Sekarang, hanya dengan 20 dollar di dalam dompet, dia mencoba sekali lagi untuk menukarkan ceknya dengan uang tunai di beberapa bank dalam perjalan pulang. Saat dia mengantisipasai terhadap kemungkinan penolakan yang telah dihadapi diibeberapa bank sebelumnya, hatinya sekarang sudah penuh dengan rasa percaya diri dan semangat yang baru. Dengan harapan di tangan, dia masuk ke bank yang ada di dekat kantor Pusat Dukungan Wanita. Tak berapa lama, bank itu memberikan sejumlah uang membayarkan cek yang dia sodorkan tanpa banyak bertanya!
Dengan wajah berseri-seri Danielle pulang. Saat tahu bahwa hari-hari yang penuh kepastian akan perubahan pasti tiba, dia menemukan harapan baru yang menyala-nyala. Dia tidak pernah bertemu Amy lagi, tetapi dia percaya bahwa Tuhan pasti menjaga kehidupannya Amy beserta kedua anaknya – seperti halnya dia juga merasa yakin bahwa Tuhan menjaga hidupnya dan kedua anaknya sendiri.
3 tahun berlalu, saat Danielle menyadari bahwa harapan yang sebenarnya tidak ditentukan oleh banyaknya uang. Dia terus berterima kasih karena Tuhan mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya, sehari demi sehari - lebih dari 20 dollar yang pernah tersisa di dalam dompetnya.