Rabu, 28 Agustus 2013
kebohan vs kebijaksaan ...part 2
KEBODOHAN. Vs KEBIJAKSANAAN
sejarah pekerjaan badut sdh ada sejak lama, khususnya pd masa kerajaan2 di Eropa di mana raja2-nya menderita stress seperti yg dialami oleh orang2 modern.
Mereka membutuhkan pertunjukan badut saat mengakhiri atau mengawali hari2 mereka, atau sewaktu2 jika stress yg dihadapi begitu berat, n para badut akan membuat lawakan untuk melonggarkan stress raja mereka.
Pada zaman itu tidak ada TV atau telenovela, jadi yg Anda butuhkan adalah pertunjukan badut.
Jadi sebenarnya, seorang badut menjalankan peranan yg penting. Akan tetapi hal itu semua sudah berlalu. Di zaman sekarang ini, para badut menghibur anak2 supaya orang tua mereka bisa berkurang stress-nya, n para orang tua ini bisa keluyuran secara leluasa sambil menikmati es krimnya- saat acara pesta.
Tapi mari kita kembali ke pertanyaan ini, hal apa yg membuat seorang bijak - seorang bergelar Doktor, yang menurut ukuran dunia adalah seorang bijak - ingin menjadi orang bodoh?
Dapatkah Anda menempatkan diri Anda pada posisi org ini n membayangkan dalam keadaan seperti apa Anda akan bersedia untuk mengesampingkan prestasi akademik Anda?
Tidaklah mudah menjadi seorang profesor atau asisten profesor lalu beralih berkelana ikut sirkus n melawak seperti layaknya org bodoh dgn kuda n monyet2.
Mungkinkah karena dia merasa bahwa hidup ini ternyata hanya sekadar sandiwara atau lawakan belaka, dan dia merasa bahwa lebih baik menjalaninya sebagai seorang badut sekalian?
Atau Bisa jadi dia, sebagai seorang manusia, adalah org yg cukup cerdas untuk bisa memahami bahwa hidup ini adalah lawakan, jadi, jalani saja dengan bercanda.
Mungkin yg menjadi masalah utama bagi umat manusia adalah lantaran kita ini tidak cukup cerdas untuk bisa memahami persoalan yang sebenarnya, tetapi juga tidak terlalu bodoh sehingga bisa mencapai akar permasalahannya.
Apa pemahaman anda dgn hidup ini?