Pada malam Natal, anak-anak perempuan kami memberikan hadiah yang sangat istimewa. Begitu istimewanya hadiah itu sehingga sampai sekarang tetap menjadi berkat dari tahun ke tahun.
Anak kami Julie dan Jennifer masing-masing berusia 6 dan 8 tahun. Saya ingat hari itu , saya merasa sangat lelah, setelah menghias pohon Natal yang tinggi, hadiah-hadiah yang harus dibungkus rapi, harus menyiapkan makanan. Pintu juga dihias. Hadiah untuk anak-anak sudah dipilih dengan teliti.
Saya lelah, tetapi gembira. Anak2 berkata “ bu aku mempunyai hadiah untuk Ibu dan Ayah”. Tetapi hadiah itu bukan hadiah biasa yang dapat dibungkus. Kami ingin Ayah dan Ibu duduk memangku adik-adik supaya kami dapat memberikan hadiah itu." Sebenarnya masih ada yang harus saya kerjakan, dan saya tidak mau duduk-duduk pada waktu itu. "Ayolah, Bu," Julie memohon, "hanya beberapa menit saja." Saya mengalah dan memanggil suami saya.
Perlu usaha yang cukup keras juga supaya kedua anak kembar kami dapat duduk tenang di pangkuan. Tetapi akhirnya kami siap. Julie dan Jennifer berdiri dengan gugup di dekat tungku, saling berpegangan tangan. Mereka memakai baju panjang dan memakai topi kecil penutup debu yang sesuai. "Sebelumnya, lampu-lampu harus dimatikan," kata Julie dengan suara yang mengundang rasa ingin tahu. "Kami hanya ingin lampu pohon Natal itu yang bersinar," kata Jennifer menjelaskan.
Dengan pandangan lurus ke depan, mereka menyanyikan lagu "Malam Kudus". Lalu Julie mendeklamasikan sebuah puisi tentang kasih Allah. Setelah itu, Julie berkata kepada ayahnya, dengan nada malu-malu, "Maukah Ayah membacakan cerita Natal dari Alkitab tentang kelahiran Yesus? Guru Sekolah Minggu kami membacakannya hari Minggu yang lalu."