Pelajaran 06 - KELUARGA KRISTEN DAN MASYARAKAT LUAS
DAFTAR ISI
- BERBAGAI MACAM BENTUK DARI KELUARGA
Ayat Hafalan- Keluarga Tanpa Anak
- Orang yang Tidak Pernah Menikah
- Rumah Tangga Dengan Orang Tua yang Hanya Satu
- Orang yang Bercerai
- Jika Hanya Satu yang Kristen
- KELUARGA DAN MASYARAKAT
- Upacara Pernikahan
- Keluarga Besar/Sanak Saudara
- Muliakanlah Allah dalam Rumah Anda
- Keluarga Anda dan Gereja
- Keluarga Anda dan Orang lain
DOA
KELUARGA DAN MASYARAKAT
A. BERBAGAI MACAM BENTUK DARI KELUARGA
Ayat Hafalan:
"Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti ia waktu dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat." 1 Kor. 7:17.
Ketika kita berpikir tentang sebuah keluarga,
biasanya kita berpikir tentang sepasang suami istri dan anak-anak
mereka. Dalam pelajaran ini kita akan melihat pola keluarga yang
berbeda; Ada pasangan suami istri yang tidak memunyai anak; dalam ada
keluarga yang hanya memiliki satu orang tua; Selain itu ada juga
orang-orang yang tetap tinggal sendiri (membujang). Allah bisa
menghormati dan memberkati semua pola keluarga ini jika semua anggota
keluarga tersebut mau menyerahkan diri kepada Tuhan.
1. KELUARGA TANPA ANAK
- Pola Perjanjian Lama
Pada masa Perjanjian Lama (PL), memunyai banyak anak dianggap sebagai berkat bagi keluarga. Banyak anak artinya Tuhan berpihak pada mereka. "Istrimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN." (Maz. 128:3-4). Sebaliknya, tidak memunyai anak dianggap sebagai aib, suatu tanda bahwa Allah tidak memberkati mereka. Namun di pihak lain, kita juga melihat bahwa tanpa anak, keluarga PL sebenarnya masih dihargai. Elkana berkata kepada istrinya Hana yang tidak memunyai anak, "Bukankah engkau lebih berharga bagiku daripada sepuluh anak laki-laki?" (1 Sam. 1:8).Bangsa Israel tinggal di antara bangsa-bangsa penyembah dewa-dewa kesuburan. Namun, bangsa Israel memandang Allah sebagai pemberi hidup dan berkat satu-satunya, "buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu." (Ul. 28:4). Bacalah Kej. 30:1-2 untuk mendengarkan tangisan Rahel yang mengeluh pada suaminya karena tidak memiliki anak. Yakub, suaminya marah, dan menjawab "Akukah pengganti Allah yang telah menghalangi engkau mengandung?"
- Penekanan yang Baru Bersama Yesus
Dalam Perjanjian Baru (PB), setelah kedatangan Sang Mesias, Penebus, ada perubahan sikap terhadap ibu. Ada perubahan secara berangsur-angsur tentang pemikiran bahwa memunyai anak adalah hal yang paling utama bagi wanita. Nilai dari seorang wanita tidak lagi tergantung pada jumlah anak yang dilahirkannya. Titik berat beralih dari kelahiran secara fisik menjadi kelahiran secara rohani - yaitu jalan masuk ke dalam keluarga Allah melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tentang hal memunyai anak disebutkan dalam 1 Tim. 5. Paulus menasihatkan untuk menangani masalah janda-janda yang masih muda, mengikuti apa yang diinginkan oleh budaya setempat, supaya menikah lagi dan memunyai anak. Alasannya adalah masalah moral (Tim. 5:11) dan arti dari suatu kehidupan (1 Tim. 5:16). Mereka tidak ingin gereja dibebani dengan menghidupi orang-orang muda tanpa sumber penghasilan untuk masa yang panjang.
- Banyak Karunia
Tuhan Yesus menghormati dan merawat ibu-Nya. Tapi, Yesus menunjukkan bahwa seorang wanita tidak dihargai dalam pandangan Allah karena kemampuannya melahirkan anak, namun karena melakukan kehendak Tuhan. Bacalah dalam Luk. 11:27 tentang wanita yang berteriak di antara orang banyak, "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Yesus menjawab, "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan yang memelihara-Nya." Ada banyak karunia lain yang dapat diberikan di samping anak-anak, dan karunia tersebut sama pentingnya. Seseorang dapat menyenangkan Allah dengan memunyai anak atau tanpa anak.
- Beberapa Kepercayaan yang Salah.
Kepercayaan salah yang pertama: "Tidak punya anak
selalu merupakan kesalahan istri."
Yang Benar: Tidak demikian! Tidak memunyai anak tidak
seharusnya dianggap sebagai "kesalahan" suami atau pun istri, terutama
istri. Saat ini, banyak yang dapat dilakukan secara medis untuk menolong
pasangan yang tidak memunyai anak, dan mereka hendaknya tidak ragu-ragu
untuk meminta nasihat dari dokter yang kompeten.
Kepercayaan salah yang kedua: "Tidak mempunyai anak
berarti pernikahan itu gagal."
Yang Benar: Tidak demikian! Meskipun tidak ada
anak-anak yang dilahirkan, ada banyak alasan untuk pernikahan tetap
bertahan, berbahagia dan diberkati. Memunyai anak hanya salah satu
alasan adanya pernikahan. Dapat saling memberikan kasih, membantu untuk
menjadi apa yang Allah inginkan, menguatkan dan menghibur - semuanya itu
dapat memberikan kepuasan yang penuh. Kemampuan untuk dapat melahirkan
anak tidak membuktikan apa-apa kecuali bahwa Anda memang bisa melahirkan
anak. Ada jauh lebih banyak lagi yang diperlukan untuk membuat
seseorang menjadi seorang suami atau istri yang baik, menjadi seorang
ibu atau ayah yang baik.
Kepercayaan salah yang ketiga: "Tidak memunyai anak
merupakan hukuman Allah atas dosa."
Yang Benar: Tidak demikian! Tidak dikaruniai anak
bukanlah tanda bahwa Allah sedang menghukum dosa kita. Anak adalah
karunia Allah, dan Allah memunyai banyak karunia lain yang bisa
diberikan.
Kepercayaan salah yang keempat: "Jika mereka berdoa
dengan sungguh-sungguh, mereka pasti akan mendapatkan anak."
Yang Benar: Tidak selalu! Jika sepasang suami istri
mengasihi Allah, mereka harus percaya bahwa apa pun yang diberikan
kepada mereka adalah yang terbaik, dan bukan terbaik nomor dua. Jika
pasangan telah berkonsultasi dengan dokter yang baik dan sudah
melaksanakan nasihatnya dan berdoa dengan sungguh-sungguh supaya
diberikan anak - namun kemudian tidak ada anak yang dilahirkan, Tuhan
memunyai sesuatu yang lebih baik bagi pasangan tersebut.
2. RUMAH TANGGA DENGAN ORANG TUA TUNGGAL
Ada keluarga yang hanya memunyai satu orang tua
(orang tua tunggal). Hal ini bisa disebabkan karena kematian,
perceraian, atau karena hidup yang tidak bertanggung jawab sehingga
memiliki anak di luar nikah. Yang cocok bagi Allah adalah sebuah rumah
tangga yang memunyai ayah dan ibu yang mengasihi. Tetapi, banyak orang
yang akhirnya membesarkan anak-anak seorang diri. Tapi bagaimanapun,
kita patut berterima kasih kepada orang tua tunggal yang rela menerima
tanggung jawab ini.
Ketika anak-anak kehilangan satu orang tua karena
kematian, maka orang tua yang masih hidup memunyai tugas yang berat
untuk mengasuh anak-anak sendirian sementara masih berduka dan
menyesuaikan diri karena kehilangan pasangannya. Sedangkan mereka yang
gagal mengikuti rencana Allah dan sekarang harus merawat anak di luar
nikah, hal ini juga menjadi tugas yang berat. Mereka bergumul mencari
kehidupan yang baik bagi anak-anaknya agar dapat bertumbuh sesuai dengan
yang Tuhan kehendaki. Tetapi Allah menerima kita apa adanya, karena Dia
mengasihi kita. Dia mengampuni kehidupan kita yang keluar dari
rencana-Nya dan gagal menerima berkat-berkat yang sudah disiapkan bagi
kita. Maka kita harus menerima pengampunan itu dan mulai hidup dalam
jalan-Nya dan mendidik anak-anak menurut jalan Tuhan (Ams. 22:6).
3. ORANG YANG TIDAK PERNAH MENIKAH
Biasanya seorang pria atau wanita pasti menikah.
Namun ada perkecualian. Anda tidak harus menikah untuk mendapatkan
kehidupan yang penuh dan bahagia. Rasul Paulus memberikan nasihat yang
baik dalam 1 Kor. 7:17 saat dia berkata, "Selanjutnya hendaklah
tiap-tiap orang hidup tetap seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya
dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah." Orang-orang yang
memunyai karunia untuk hidup sendiri "demi Kerajaan Allah" mampu untuk
bertumbuh dalam kedewasaan sebagai pribadi-pribadi yang mengasihi tanpa
harus melewati sebuah pernikahan. Mereka mempersembahkan seluruh hidup
mereka untuk melayani Tuhan. Paulus mengatakan bahwa ada keterbatasan
untuk melayani Tuhan jika kita menikah. "Tetapi kepada orang-orang yang
tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka
tinggal dalam keadaan seperti aku." (1 Kor. 7:8).
Orang yang tidak menikah secara khusus harus
memandang Allah sebagai sumber kekuatannya. Sangat mudah pada masa
sekarang ini untuk orang yang tidak menikah terjerumus dalam perzinahan.
Kalau Allah memberikan karunia hidup sendiri, maka Dia juga akan
memberikan kekuatan untuk hidup dengan moral yang baik dan benar yang
akan membawa kesaksian yang indah bagi-Nya.
4. ORANG YANG BERCERAI
Perceraian bukanlah dosa yang tidak bisa diampuni.
Allah masih mengasihi orang yang telah bercerai. Namun ia akan sangat
bersalah jika dia tidak mencari dan menerima anugerah pengampunan dari
Allah. Bagaimanapun perceraian bukanlah cara tepat untuk menangani
masalah pernikahan. Perceraian melemahkan semangat, menghancurkan
impian-impian dan mencerai-beraikan keluarga. Perceraian juga melemahkan
kehidupan sebagai akibat dari kesepian, kepedihan, dan kedukaan.
Perceraian merupakan pengumuman secara hukum di hadapan umum tentang
kehancuran suatu keluarga. Hal ini jahat di mata Tuhan, Pencipta dari
suatu keluarga. "Aku membenci perceraian," firman Allah dalam ayat Mal.
2:16! Bacalah juga Mark. 10:2-12 untuk belajar apa yang Yesus ajarkan
tentang perceraian. Secara positif Tuhan Yesus mengatakan bahwa
pernikahan adalah dari Allah dan tidak boleh dihancurkan.
5. JIKA HANYA SATU YANG KRISTEN
Kita sudah mempelajari pentingnya memilih seorang
Kristen sebagai pasangan hidup. Namun kadang-kadang seseorang menikah
dengan pasangan yang tidak seiman. Mungkin saja pasangannya itu akan
diselamatkan setelah menikah, tapi yang jelas ia telah membuat suatu
pilihan tanpa memperhatikan dengan serius pada rencana Allah. Dalam 1
Kor. 7 Paulus berbicara tentang menikah dengan orang yang belum
diselamatkan. Dalam ayat 1 Kor. 7:15 dia mengingatkan kepada kita,
"Tuhan memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera." Orang Kristen
yang memiliki pasangan yang belum diselamatkan memunyai tanggung jawab
besar untuk mempraktekkan prinsip-prinsip kekristenan tanpa dukungan
dari pasangannya. Dalam hal ini, orang Kristen tersebut harus ingat
untuk tetap berhubungan dengan kasih, lemah lembut, dan rendah hati
dengan pasangannya. Petrus secara khusus berbicara kepada seorang istri
yang suaminya belum diselamatkan, mendorongnya untuk hidup dengan jalan
yang memungkinkan bisa membawa suaminya untuk mengenal Tuhan (1 Pet.
3:1).
Paulus memerintahkan pada pihak yang Kristen untuk
tidak menghancurkan pernikahan, tapi membebaskan pihak Kristen dari
tanggung jawab jika pasangannya yang belum percaya tersebut
meninggalkannya. Bacalah 1 Kor. 7:12-15. Ketika pasangannya memilih
untuk pergi, orang Kristen tersebut memiliki kebutuhan yang besar akan
kasih dan dukungan dari lingkungan Kristen.
B. KELUARGA DAN MASYARAKAT
Ayat Hafalan
"...Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah;... Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (Yos. 24:15).
Ketika Yosua dan umat Israel mengamati Tanah
Perjanjian, mereka memunyai pilihan yang harus dipilih.
- Mereka bisa melayani allah nenek moyang mereka dulu.
- Mereka bisa melayani allah asing di tanah baru yang mereka masuki.
- Mereka bisa melayani satu-satunya Allah yang benar yang menyatakan diri-Nya pada umat Israel dan membebaskan mereka dari perbudakan.
Anda pun memiliki beberapa pilihan, khususnya untuk
mengikuti atau tidak mengikuti budaya atau adat yang berlaku di tempat
Anda tinggal.
1. UPACARA PERNIKAHAN
Sebuah pernikahan Kristen dimulai dengan persetujuan
antara dua keluarga bersama dengan sumpah dan khalayak ramai. Ini adalah
saat yang indah untuk menjadi saksi di lingkungan masyarakat Anda.
Dalam pernikahan Kristen, sebuah upacara pernikahan hendaknya menjadi
kesaksian dari iman dalam Tuhan dan komitmen Anda pada pasangan Anda.
Anda punya kesempatan yang unik bagi penafsiran secara Kristen tentang
nilai-nilai budaya.
Hati-hatilah dalam mempersiapkan pernikahan, buatlah
sederhana supaya tidak memberi kesaksian yang buruk untuk nama Tuhan.
Tujuan dari pernikahan Kristen adalah untuk memuliakan Allah, bukan
untuk membuat orang lain kagum. "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap
segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya,
hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Luk. 12:15).
Pasangan yang baru saja menikah kadang-kadang
terjebak untuk terlibat dalam hutang karena harus membayar biaya
pernikahan yang mahal, hadiah untuk anggota keluarga, bahkan akhirnya
ikut membantu kebutuhan keluarga, baik keluarga suami atau istri.
Bicarakan terlebih dahulu dengan pasangan Anda dan putuskan apa yang
terbaik dengan uang yang ada. Belajarlah untuk hidup sederhana dan
bertanggung jawab.
2. KELUARGA BESAR/SANAK SAUDARA
Ketika hari pernikahan tiba, terjadi perubahan; si
pria dan wanita yang dulu hidup dengan ayah dan ibu mereka, sekarang
harus menggabungkan diri untuk mendirikan keluarga yang baru. Kasih dan
kesetiaan mereka yang pertama sekarang adalah untuk pasangan mereka.
Alkitab mengatakan, "...laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan
akan bersatu dengan istrinya, sehingga mereka akan menjadi satu daging."
(Mat. 19:5). Curahkan semua simpati, penghiburan dan persahabatan yang
Anda inginkan pada pasangan Anda, supaya hubungan yang intim dan dalam
terbentuk. Kalau Anda bicara lebih terbuka kepada ibu atau ayah Anda
daripada dengan suami atau istri Anda, maka Anda kehilangan sukacita
yang penuh dari suatu pernikahan.
Namun hal ini tidak berarti bahwa keluarga dan sanak
saudara yang lain segera dilupakan saat upacara pernikahan selesai. Di
belakang dan di samping pasangan muda tersebut berdiri orang tua dan
kakek atau nenek, bibi dan paman, saudara laki-laki dan perempuan.
Bersama-sama, pasangan muda akan belajar untuk mengasihi dan menghargai
semua saudara baik dari pihak suami atau istri. Bersama-sama mereka akan
memberikan hormat dan kebaikan kepada para orang tua yang telah
mengasuh mereka dari masa kanak-kanak. Tanggung jawab keluarga, yang
dimiliki oleh suami atau istri secara pribadi, setelah pernikahan akan
ditanggung bersama. Jika satu pihak memunyai adik, orang tua yang sudah
lanjut, sanak saudara yang sakit atau miskin yang harus dibantu, maka
sudah sewajarnya dengan senang hati membantu seberapa bisa. Yang harus
diingat, janganlah hal-hal tersebut memisahkan atau merenggangkan
hubungan mereka. Bekerja sama untuk saling mengasihi dan menolong orang
lain seharusnya menarik suami dan istri ke dalam hubungan yang lebih
intim satu dengan yang lain.
Rumah tangga Kristen Anda dapat menjadi contoh bagi
sanak saudara dan masyarakat. Kalau kasih Kristus dapat dilihat dalam
hubungan keluarga Anda, maka yang lain akan menginginkan bimbingan Anda.
Kalau Anda menunjukkan kedewasaan dan kepemimpinan Kristen, orang-orang
di sekitar Anda akan menginginkan Anda duduk bersama mereka dan
menjelaskan jalan hidup orang Kristen.
3. MULIAKANLAH ALLAH DALAM RUMAH ANDA
Pergi ke gereja bersama-sama sangatlah penting. Namun
pergi ke gereja tidak bisa menggantikan kesempatan melakukan ibadah
keluarga. Dalam ibadah keluarga, setiap anggota keluarga dapat berperan.
Ibadah dapat dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tiap anggota keluarga
untuk belajar Alkitab, berdiskusi atau memuji dan memuliakan Allah
bersama. Jika Anda tidak merencanakan dan mempersiapkan
pengalaman-pengalaman seperti itu, maka hal-hal itu tidak akan terjadi.
Keluarga bertanggung jawab atas pendidikan rohani
anggotanya. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah
engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada
anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila
engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila
engkau bangun." (Ul. 6:6-7). Pendidikan Kristen terdiri dari memberikan
pengajaran, koreksi, dorongan, mendisiplin secara rohani. Mungkin yang
lebih penting dan merupakan perintah secara langsung adalah memberi
contoh kehidupan Kristen, terutama bagi anak-anak. Dengan sikap hidup
Anda, bukti dari iman Anda, dan kerajinan Anda dalam mempelajari Firman
Tuhan, lebih banyak yang bisa dipelajari jika dibandingkan dengan hanya
mengajar.
Rayakanlah kebaikan Tuhan dalam keluarga Anda,
demikian juga kejadian-kejadian penting bagi anggota keluarga seperti
ulang tahun, kedatangan saudara atau teman, hari pertama sekolah, dll..
Para anggota keluarga dapat merenungkan pekerjaan dan berkat Tuhan lalu
memberikan kesaksian bagi orang-orang di sekeliling mereka.
4. KELUARGA ANDA DAN GEREJA
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti
Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan
yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada
segala dosa." (1 Yoh. 1:7). Bacalah Ibr. 10:24-25. Gereja membentuk
semacam keluarga besar yang mana seluruh anggota berhubungan seperti
saudara-saudara dalam Kristus. Gereja akan menyediakan makanan rohani,
semangat untuk bertumbuh, kesempatan untuk beribadah, bersekutu dan
saling mendukung di masa-masa sulit. Keluarga perlu berdiskusi dan
merencanakan terlibat dalam pelayanan gereja. Mereka perlu menjadi
anggota dari sekolah minggu, kebaktian, persekutuan doa, pelayanan
keluar, pemuridan dan kegiatan-kegiatan lain. Keluarga harus
merencanakan bersama-sama untuk memberikan perpuluhan dan persembahan.
Keluarga dapat mendukung para pemimpin gereja dengan mengungkapkan
sikap-sikap yang positif dan memberikan semangat. Keluarga-keluarga di
gereja akan memunyai hubungan yang dekat saat mereka ingat untuk saling
mendoakan.
5. KELUARGA ANDA DAN ORANG LAIN
Selain dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang
telah dibicarakan, suatu keluarga hendaknya juga berhubungan baik dengan
para tetangga, teman, orang-orang yang kekurangan, orang asing, rekan
sekerja, pemerintah, pegawai di sekolah, dan masih banyak lagi yang
lain. Sama seperti tiap orang percaya diperintahkan untuk melayani,
demikian juga keluarga. Alkitab menekankan bahwa apapun yang Anda
lakukan, lakukanlah untuk kemuliaan Tuhan. "Jika engkau makan atau jika
engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah
semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1 Kor. 10:31). "Dan segala sesuatu
yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya
itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada
Allah, Bapa kita." (Kol. 3:17).
MANUSIA DAPAT MENEMUKAN SUKACITA DAN KEPUASAN JIKA
DIA MENGATUR HIDUPNYA MENURUT RENCANA ALLAH