DAFTAR ISI
- SUAMI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan- Kasih yang Rela Berkorban
- Pemeliharaan dan Perlindungan
- Penghargaan dan Penghormatan
- Kepemimpinan
- Sukacita dan Berkat
- ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan- Penolong dan Teman
- Kerendahan Hati
- Perhatian terhadap Kecantikan dari Dalam
- Merawat Seisi Rumahnya
- BERTUMBUH DALAM MASALAH
Ayat Hafalan- Pertentangan/Konflik
- Apakah yang Menyebabkan Pertentangan?
- Tanggapan Terhadap Pertentangan
- Hubungan Secara Pribadi dalam Pernikahan
- Langkah-langkah dalam Menangani Pertentangan/Konflik
DOA
A. SUAMI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan
"Hai, suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya" (Ef. 5:25).
1. KASIH YANG RELA BERKORBAN
Tanggung jawab pertama dari seorang suami dalam
pernikahan adalah mengasihi istrinya. "Hai suami-suami, kasihilah
isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia." (Kol. 3:19). Kata
yang digunakan Ef. 5 untuk "kasih" suami kepada istrinya adalah kata
yang sama untuk mengungkapkan "kasih" Allah kepada umat-Nya. Kasih ini
adalah kasih yang terus memberi meskipun tidak menerima imbalan. Kasih
ini hanya mencari apa yang baik bagi yang dikasihinya, tanpa
mempedulikan biaya dan pengorbanan secara pribadi. Sebagaimana kesatuan
pernikahan dalam kitab Kejadian merupakan gambaran dari kasih Allah,
hubungan suami istri dalam Ef. 5 merupakan gambaran Kristus dan
gereja-Nya.
Kita bisa mengerti dengan lebih baik bagaimana suami
hendaknya mengasihi istrinya ketika kita melihat Kristus mengasihi
gereja-Nya. Dari Ef. 5:21-22, buatlah daftar tentang ciri khas dari
kasih Kristus terhadap gereja-Nya. Kemudian, dari ayat-ayat yang sama,
buatlah daftar yang menunjukkan tanggung jawab sang suami dalam
mengasihi istrinya.
2. PEMELIHARAAN DAN PERLINDUNGAN
Alkitab tidak mengistimewakan suami lebih dari istri.
Peran suami berpusat pada tanggung jawab dan menyediakan kebutuhan
istrinya seperti yang disebutkan dalam Ef. 5:28-29. Suami dikatakan
harus memberikan kepada istrinya perhatian yang sama seperti kepada
tubuhnya sendiri. Hal ini termasuk menyediakan materi, makan dan
kebahagiaan pada sang istri. Daftarlah kebutuhan yang dimiliki istri
Anda; secara fisik, sosial budaya, emosi, dan rohani.
3. PENGHARGAAN DAN PENGHORMATAN
"...hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan
isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman
pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan
terhalang." (1 Pet. 3:7). Para suami seharusnya tidak merendahkan,
mengejek dan berbicara kasar terhadap istri di hadapan orang banyak.
Baik secara pribadi maupun di hadapan umum, seorang suami harus
menunjukkan hormat dan penghargaan kepada istrinya. Suami yang gagal
untuk mengasihi dan memberikan perhatian terhadap istrinya, doanya akan
terhalang.
4. KEPEMIMPINAN
"...Karena suami adalah kepala isteri sama seperti
Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh." (Ef.
5:23). Alkitab tidak menekankan kekuasaan secara diktator, melainkan
adanya kepemimpinan. Menjadi kepala keluarga tidak berhubungan dengan
kelemahan atau kekuatan. Kepala keluarga adalah kedudukan pelayanan yang
khusus supaya suatu pernikahan boleh berkembang dan bertumbuh. Sang
suami memberikan contoh dari kehidupan Ilahi.
"...pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan
beribadah;...Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada
TUHAN!" (Yos. 24:15). Pelajarilah bagaimana Yosua memberikan
kepemimpinan secara rohani kepada keluarganya. Kepemimpinan rohani
termasuk memberikan nasihat dan petunjuk berdasarkan firman Allah. Sang
suami memimpin dalam membuat keputusan di keluarga. Dia melibatkan
istrinya dalam doa dan dalam usaha pencapaian persetujuan. Kepemimpinan
adalah suatu tanggung jawab yang berat bagi seorang suami. Dia tidak
bisa menanggungnya sendiri. Kunci untuk menjadi pemimpin di rumah
disebutkan dalam: "Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur
menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh."
5. SUKACITA DAN BERKAT
Dari beratnya tanggung jawab yang dibebankan atas
suami, sangat mungkin baginya untuk menyerah dan melupakan bahwa Allah
bermaksud mengadakan pernikahan untuk kebaikan dan kesukaan. Ketika
pernikahan dilaksanakan sesuai dengan rencana Allah - yaitu dengan
kasih, perhatian, kelembutan, penghargaan dan penghormatan - upahnya
adalah sukacita dan berkat-berkat. Bacalah 1 Pet. 3:8-12; Rom. 12:17, 1
Tes. 5:15; 1 Kor. 4:12. Seorang yang percaya harus memberi berkat supaya
dapat menerima berkat dari Tuhan.
Seorang suami hendaknya bertanya kepada dirinya
sendiri:
- Apakah kelebihan istri yang bisa saya puji?
- Dengan cara apa saya bisa menjadi berkat bagi dia?
- Dalam hal apa saya bisa berterima kasih kepada istri saya?
- Dalam kehidupan istri saya, hal khusus apa yang harus saya doakan agar Tuhan memberkatinya?
Dengan suatu sikap dan tindakan yang menanggapi
segala sesuatu sebagai berkat, maka "hari-hari yang baik dan hidup yang
diberkati" bersama sang istri akan diberikan Tuhan kepada suami.
B. ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
Ayat Hafalan
"Istri yang cakap, siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata. Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya,." Ams. 31:10-12.
1. PENOLONG DAN TEMAN
Kej. 2:18-23 menunjukkan kehendak Tuhan atas seorang
istri, yaitu sebagai penolong dan teman. Istri akan menjadi teman,
penghibur dan pelengkap bagi suaminya. Kerinduan istri haruslah untuk
membangun dan mengungkapkan kepercayaan diri atas kemampuan suaminya,
mendorong dan menunjukkan penghargaan pada suaminya, percaya pada
kebijaksanaan dan menunjukkan penghormatan pada suaminya, menolong suami
meraih segala keberhasilan, mendengarkannya dengan lembut dan mengagumi
suami, berdiri di samping sang suami dalam keadaan apapun. Sang istri
akan menolong suami merasa aman dengan mengasihinya.
2. KERENDAHAN HATI
Kerendahan hati adalah istilah Alkitab yang digunakan
dalam semua hubungan. Saling merendahkan diri satu dengan yang lain
adalah suatu sifat dalam kekristenan dan sebagai akibat dari kepenuhan
Roh Kudus. Merendahkan diri adalah dengan sukarela mengangkat orang lain
di atas diri Anda sendiri untuk melayaninya. Suami istri hendaknya
saling merendahkan diri, saling mengangkat, dan saling melayani. Paulus
memulai suatu diskusi tentang tanggung jawab pernikahan setelah dia
menyatakan prinsip-prinsip umum tentang merendahkan diri. "dan
rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan
Kristus" Ef. 5:21.
Di dalam hubungan pernikahan, kerendahan hati membuat
dua pribadi bisa berfungsi sebagai satu tubuh, saling melengkapi dan
bukannya saling bersaing. Ef. 5:21-23 menunjukkan bagaimana Yesus telah
menjadi model bagi tanggung jawab seorang suami atau istri. Yesus telah
merendahkan diri dan taat kepada Bapa dan melepaskan segala hak yang Dia
punya (Fil. 2:6). Begitu juga, hendaknya sang istri taat dan
merendahkan diri kepada suaminya. "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada
suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." (Kol. 3:18).
Kerendahan hati yang sejati menurut Alkitab adalah
merupakan kesukaan sang wanita yang kreatif yang berusaha menemukan
bagaimana dia bisa menunjukkan kepada suaminya bahwa dia menghormati,
mengagumi dan bergantung padanya. Ini berarti bahwa sang istri akan
menjadi lebih tertarik kepada kebutuhan suami daripada kebutuhannya
sendiri.
Ketaatan dan kerendahan hati sang istri pada suaminya
bisa terlihat dengan baik ketika dia mendorong peran kepemimpinan sang
suami dan tidak pernah berusaha untuk menghancurkan, memudarkan, dan
melemahkan atau menguranginya.
3. PERHATIAN TERHADAP KECANTIKAN DARI DALAM
Dalam 1 Pet. 3:1-4, Petrus mendorong istri untuk mengembangkan
kecantikan dari dalam yang mencerminkan kewanitaan, kelembutan,
perhatian dan kasih. Petrus tidak mengatakan pada para wanita bagaimana
harus berpakaian. Dia hanya memberikan suatu prinsip: wanita yang cantik
adalah seorang wanita yang memunyai kecantikan hati yang berupa sikap
yang murni dan hormat dan merupakan pancaran dari roh yang lembut dan
tenang.
4. MERAWAT SEISI RUMAHNYA
Seorang istri hendaknya merawat seisi rumahnya. Dia mungkin
memberikan perhatian sepenuhnya akan segala kegiatan di rumah atau dia
mungkin juga bekerja di luar rumah. Lidia, Priskila dan Dorkas jelas
bekerja di luar rumah. Jika sang istri bekerja di luar rumah, sangatlah
penting untuk menjamin keseimbangan sehingga keluarganya tidak
diabaikan. Hal ini berarti bahwa seluruh keluarga perlu untuk memutuskan
pembagian tanggung jawab seisi rumah yang efektif. Dalam beberapa rumah
tangga, mungkin ada yang memekerjakan pembantu. Perhatian istri yang
utama bukanlah mendapatkan uang melainkan kesejahteraan suami dan
anak-anaknya. Istri yang baik yang digambarkan dalam Ams 31:10-31,
sementara memberikan kasih dan perhatian kepada suami dan anak-anaknya,
ia juga bisa mencari nafkah dan membantu orang yang memerlukan.
Berikut adalah sifat (karakter) dari seorang "istri
yang baik":
- Dia adalah pasangan yang bisa dipercaya dari suaminya.
- Kesejahteraan suaminya menjadi perhatiannya.
- Dia memelihara seisi rumahnya dengan makanan.
- Dia memelihara seisi rumahnya dengan pakaian.
- Dia mengajarkan hikmat dan kebaikan.
- Dia murah hati kepada orang miskin dan yang memerlukan.
- Dia seorang wanita bisnis yang baik.
- Dia bisa meningkatkan reputasi suaminya.
- Dia dihormati oleh suami dan anak-anaknya.
- Dia berserah kepada Tuhan dan memberikan tempat pertama bagi-Nya.
C. BERTUMBUH DALAM MASALAH
Ayat Hafalan:
"Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." Ef. 4:32.
Pernikahan adalah suatu hubungan dimana dua pribadi
bergabung menjadi satu. Karena tiap pribadi adalah unik, masing-masing
memunyai kehendak, kebutuhan dan cita-citanya sendiri, maka konflik
tidak bisa dihindari. Tapi ini hal yang wajar, bahkan baik. Bagaimana
tiap pasangan menanggapi konflik tersebut adalah hal yang lebih penting.
1. PERTENTANGAN/KONFLIK
Kamus menjabarkan konflik sebagai "suatu perjuangan,
pertentangan, benturan, ketidakcocokan, dan kehendak yang bertolak
belakang." Pertentangan dapat menjadikan hubungan pernikahan bertumbuh
atau justru bisa menjadikannya menyakitkan, tidak terselesaikan, dan
menghancurkan. Banyak orang Kristen yang menghadapi masalah secara
tertutup sebab tidak ada yang mengajarkan kepada mereka cara-cara
efektif untuk mengatasinya.
2. APAKAH YANG MENYEBABKAN PERTENTANGAN?
Bacalah Yak. 4:1-3. Sebelum menikah, masing-masing
pribadi sudah hidup sendiri-sendiri selama lebih dari dua puluh tahun.
Selama jangka waktu itu, masing-masing pribadi sudah memiliki selera,
pilihan, kebiasaan, kesenangan dan ketidaksenangan, nilai-nilai dan
standar sendiri-sendiri. Persatuan dalam pernikahan tidak membuang semua
perbedaan-perbedaan ini. Mereka tidak harus meluangkan waktu, dan
melakukan segala sesuatu bersama-sama. Di sinilah setiap pasangan akan
memunyai perbedaan pendapat atau pilihan dan inilah yang menyebabkan
munculnya berbagai ketidakcocokan.
3. TANGGAPAN TERHADAP PERTENTANGAN
Orang-orang menanggapi konflik/pertentangan dengan
cara yang berbeda.
- Ada orang yang memilih untuk menyendiri. Mereka bisa secara fisik meninggalkan ruangan atau tempat pertentangan. Mereka menyendiri secara jiwa dengan tidak berbicara, dan mengabaikan pasangannya, atau menutup diri sehingga tidak ada perkataan atau perbuatan yang dilakukan bersama.
- Ada orang yang merasa mereka harus menang, tidak peduli berapa pun "harganya". Karena tiap pribadi mengetahui kelemahan dan luka yang dimiliki pasangannya, maka mereka sering menggunakannya untuk memaksa pasangannya menyerah. "Si pemenang" mungkin menyerang harga diri atau keadaan pasangannya supaya menang.
- Ada orang yang mau mengalah agar berbaikan kembali dengan pasangan mereka. Mereka menyembunyikan kemarahan dan membiarkannya tetap tersimpan. Kepahitan dan luka hati masih ada, namun tetap melanjutkan hidup bersama sehingga masalah yang sebenarnya tetap tak terselesaikan.
- Ada orang yang bisa berkompromi, atau memberikan sedikit dan mendapatkan sedikit. Kadang-kadang kompromi penting. Namun, menggunakan cara ini agar mendapatkan sesuatu untuk diri sendiri adalah tanggapan yang kurang baik terhadap suatu konflik.
- Ada orang yang bersedia meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara langsung dan terbuka sehingga beberapa keinginan atau ide-ide bisa dipadukan. Mereka puas dengan jalan keluar yang sudah mereka setujui. Mereka telah menyelesaikan pertentangan tersebut dengan baik. Bacalah Ef. 4:29-32.
4. HUBUNGAN SECARA PRIBADI DALAM PERNIKAHAN
Bacalah Mat. 18:15-17. Bagaimana menerapkan ayat-ayat
ini dalam pernikahan? Pengajaran dari firman ini adalah jangan masuk
dalam situasi yang mana menimbulkan kerusakkan hubungan pribadi, tapi
kerjakan yang perlu untuk memperbaiki hubungan yang rusak (perdamaian).
Perhatikanlah beberapa tindakan dan urutan sebagai berikut:
- Saudara dengan saudara sebagai pribadi-pribadi yang setara.
- Jika timbul masalah maka segera harus ditangani.
- Penyelesaian perlu bersifat pribadi - muka dengan muka.
- Jika pertemuan secara pribadi gagal, bawalah dua atau tiga saksi yang memunyai kehidupan rohani yang baik. Tujuannya bukan untuk mencari yang salah atau yang benar. Juga bukan untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk menyerang seseorang, melainkan untuk mendengarkan dari dua pihak sehingga terjadi pendamaian. Membicarakan masalah dengan kehadiran beberapa orang Kristen yang bijaksana, baik dan murah hati dapat menciptakan suasana yang baru dalam melihat masalah yang ada.
- Jika hal ini masih tetap gagal, bawalah ke dalam persekutuan di gereja. Ini bukan untuk membuka masalah di muka umum. Pesekutuan merupakan lingkungan dimana doa, kasih dan hubungan indah secara pribadi dijunjung tinggi. Jelas bahwa Kristus menghendaki perdamaian dan bukan penghakiman.
- Jika usaha ini gagal, orang tersebut adalah seperti bangsa kafir atau pemungut cukai. Namun bukan berarti ia harus dikucilkan dan dianggap tidak ada harapan untuk disatukan lagi. Tuhan Yesus tidak pernah membatasi pengampunan terhadap umat manusia. Bacalah Mat. 18:21-35. Ini adalah tantangan untuk memenangkan orang dengan kasih bahkan untuk hati yang paling keras sekalipun. Persekutuan dalam gereja harus mampu menyatukan kembali pribadi-pribadi untuk masuk dalam proses pendamaian.
5. LANGKAH-LANGKAH DALAM MENANGANI
PERTENTANGAN/KONFLIK
- Langkah pertama dalam menangani masalah adalah memulai proses
pendamaian.
Meninggalkan atau mengabaikan masalah dengan harapan masalah itu akan pergi dengan sendirinya tidak akan menyelesaikan masalah. Jagalah supaya hubungan tetap hidup. "Jagalah kesatuan... Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera." (Ef. 4:1-3). Janganlah menunggu sampai pasangan Anda yang memulai proses pendamaian tersebut. Pakailah bahasa yang tidak mengancam atau menghakimi, seperti:
- "Dapatkah kita berbicara tentang..."
- "Apakah ini sesuatu yang bisa kita rundingkan?"
- "Saya sungguh merasa putus asa tentang..."
- "Saya kuatir tentang..."
- "Saya akan tidak bahagia jika..."
- "Saya tidak mengerti mengapa..."
- Ketidakcocokan sebagai salah satu bagian dari keseluruhan
masalah. Bacalah Filipi 2:1-8.
Ketika masing-masing pasangan merasa lebih berkuasa dari pada yang lain, maka masalah tidak akan pernah bisa diselesaikan. Satu pihak tidak bisa lebih banyak berpikir, berbicara atau menguasai yang lain dalam menyatakan pikiran atas situasi yang sedang terjadi. Diskusi harus terbuka sehingga tiap pihak bisa menyumbangkan idenya secara seimbang dan dihargai untuk menemukan jalan keluar yang menguntungkan.
- Tukarlah posisi.
Rela melihat situasi yang terjadi menurut pendapat pasangan kita akan menolong memberi pengertian bagaimana hal itu mempengaruhi pernikahan. Masalahnya akan bisa diselesaikan jika mereka memiliki sikap lemah lembut dan saling menghargai perasaan orang lain. Bacalah Kol. 3:12-17.
- Tanganilah masalah satu persatu.
Kadang-kadang salah satu pihak mencoba mengalihkan tanggung jawab dengan menyebutkan masalah yang lain atau menyalahkan pasangan mereka. Fokuskan untuk menangani masalah yang ada. Jangan mencoba menyelesaikan masalah-masalah lain, baik yang ada hubungannya atau tidak. Anda bisa menanggapinya dengan mengatakan, "Anda mungkin benar tentang hal itu, tetapi sekarang ini kita sedang membicarakan tentang..."
- Seranglah masalahnya dan jangan orangnya.
Terlalu banyak pasangan yang saling menyerang dengan sindiran-sindiran, penghinaan dan ungkapan-ungkapan yang menyakitkan.
- "Kamu selalu...";
- "Kamu tidak pernah..." atau;
- "Kenapa kamu tidak bisa...";
Kalimat di atas berarti Anda sedang menyerang orangnya. "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Mat. 7:2; Rom. 2:1). Pelajarilah bagaimana memberitahu pasangan Anda tentang perasaan Anda. Jangan melempar sebuah batu pada mereka. - Minta pertolongan dari para pembawa damai yang penuh roh.
Allah sudah menempatkan orang-orang dalam persekutuan di gereja yang memiliki karunia sebagai pembawa damai. Sang pembawa damai hendaknya seseorang yang tidak mudah dipengaruhi dan adil, dan dapat melihat kedua sisi. Sang pembawa damai dapat menurunkan nada-nada yang merusak komunikasi dan menolong kedua pasangan untuk menuju pada perdamaian.
- Maafkan dengan segenap hati.
Kalau Anda sudah menerima Kristus sebagai Juru Selamat, Anda sudah mengalami pengampunan yang dari Allah. Kemudian Anda pun memunyai kemampuan untuk mengampuni diri sendiri dan orang lain(Kol. 2:13; Kol. 3:13). Bacalah 1Pe 2:21-24. Pengampunan terjadi jika kasih rela menerima luka dan kesengsaraan hidup dan mengabaikan semua tuduhan terhadap yang lain. Pengampunan adalah menerima orang lain ketika dia sudah melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pengampunan bukanlah menerima dengan syarat bahwa orang yang diampuni itu harus melakukan sesuai kehendak kita. Pengampunan diberikan secara cuma-cuma, dengan kesadaran bahwa si pemberi maaf tersebut juga mendapatkan maaf secara terus-menerus. Pengampunan adalah suatu hubungan antara dua pribadi yang setara yang menyadari bahwa mereka saling memerlukan. Tiap orang memerlukan pengampunan dari yang lain. Tiap orang perlu untuk diterima oleh yang lain. Tiap orang perlu orang lain. Demikian juga, di hadapan Allah, setiap orang menghentikan tuduhan, menolak semua penghakiman secara sepihak, dan mengampuni. Mengampuni sebanyak "tujuh puluh kali tujuh" seperti yang dikatakan Yesus dalam Mat. 18:21-22.