Senin, 18 Juni 2012

ARTIKEL KESEHATAN - MENGATASI STRESS

STRESS HINGGA DEPRESI

Setiap orang hidup pasti mengalami stres. Tetapi, stres itu tidak selalu berarti sakit. Pada taraf tertentu stres justru membantu mengembangkan kepribadian.

Naomi Sutikno, M.Pd, Psi, mengatakan, “Stres adalah satu tekanan yang dialami oleh seseorang dan sifatnya bisa positif, disebut  eustress bila jadi pendorong semangat atau bisa negatif yang disebut distress jika kondisi tersebut menghambat atau dianggap merugikan”.

Naomi memberi contoh eustress, bila seorang anak yang ingin sekolah desain tetapi orang tuanya bersikeras harus masuk sekolah kedokteran. Kalau anak itu melihat tekanan orang tuanya sebagai eustress ia akan menunjukkan pada orang tuanya bahwa ia mampu. Tetapi bila ia menghayati tekanan itu sebagai sebuah keadaan yang buruk maka akan terus menyesal, kenapa ia menuruti kemauan orang tuanya dan tidak mengikuti kata hatinya, maka dia akan terjerumus dalam pola pikir negatif sehingga bukan tidak mungkin muncul masalah baru yang menimbulkan keluhan fisik.

Dr. Suryo Dharmono, SpKj, menguatkan pendapat Naomi dengan mendefinisikan bahwa “stres merupakan respon seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupannya.”

Menurut Suryo, distress-lah yang dikatakan stres berarti sakit. Hal itu terjadi bila kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah menurun. Selain itu stres telah menimbulkan berbagai keluhan fisik maupun psikis atau emosional. Stres juga mengganggu kehidupan pertemanan, pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang.

Secara psikologis manifestasi stres ditunjukkan dalam hal : perasaan cemas, ketakutan, kuatir, perilaku gelisah, agresif, emosi labil, sensitive, cepat marah, frustasi, apatis, malas dan banyak lagi. Secara fisiologis stres menyebabkan perubahan dalam tubuh mulai dari gangguan hormonal, pencernaan, imunitas, sistem pembuluh darah dan lainnya.

Pemicu stres atau stressor, dibagi menjadi dua, pertama, stressor yang berasal dari dalam diri sendiri, seperti hasrat atau keinginan-keinginan yang sangat mendesak, seperti rasa lapar, haus, atau dorongan seksual. Kedua, stressor yang dari dari luar, seperti lingkungan sekitar, pergaulan, orang tua, saudara. Misalnya seorang anak mau berangkat sekolah pagi hari tapi hujan lebat yang akhirnya membuat dia tidak jadi berangkat sekolah.

“Sebuah Stressor bisa datang dari mana saja. Karena itulah semua manusia pasti mengalami stres hanya bagaimana manusia itu menghayati stres tersebut. Pada orang-orang yang kepribadian atau perkembangan mentalnya kuat maka dia akan melihat stressor itu sebagai eustres pendorong semangat. Sebaliknya kalau kepribadiannya lemah, merasa tidak berdaya, merasa tidak dihargai, ketika dia menghadapi stressor akan terpuruk”, kata Naomi.

Cara Ideal Atasi Stres

Coping stres merupakan suatu cara bagaimana kita menghadapi stressor. Ada dua garis besar coping stres, yaitu focus coping dan emotional coping. Focus coping artinya menghadapi masalah dengan mendekati atau menghadapi sumber masalahnya dengan mengabaikan perasaanya sendiri. Emotional coping yaitu menyikapi dengan menitik beratkan pada perasaan atau emosi. Misalnya kesal dengan tekanan orang tua, dia larut dalam emosinya, dia hura-hura menghilangkan rasa kesalnya. Jadi fokus pada emosinya sedangkan masalahnya tidak ditangani.

“Orang yang kepribadiannya kuat mempunyai coping stres yang bagus dibanding orang yang kepribadiannya lemah. Yang ideal itu kombinasi kedua jenis coping, problemnya harus dihadapi, suasana hati harus ditangani juga. Ada kalanya saat seseorang stres perlu rekreasi menenangkan pikirannya, alihkan  dulu ke emotional coping agar lebih tenang dan rileks setelah itu kembali pada masalahnya,” papar Naomi.

Jika stres tidak ditangani dengan baik akan merugikan fisik maupun mental. Meskipun tubuh mempunyai kemampuan beradaptasi dalam  menghadapi stressor, namun ketika stressor itu menghajar terus menerus maka akan tumbang juga. Misalnya secara fisik imunitas menurun, saluran cerna terganggu karena tidak mau makan, sistem organ yang lain juga terganggu.

Serangan Berikutnya : Depresi

Bicara stres tak lepas dari istilah depresi. Kedua pakar ini punya pandangan yang sama terhadap stres dan depresi.

“Jelas sekali bedanya stres dan depresi, kalau stres adalah tekanan atau perasaan tertekan sementara depresi sendiri adalah suatu mood atau suasana hati,” kata Naomi.

“Depresi adalah suasana perasaan murung, sering sedih tanpa sebab yang jelas, pada  banyak kasus mengeluh perasaan sedih saat pagi hari atau bangun tidur,” ujar Surya. Kendati stres dan depresi berbeda, kaitan keduanya erat. Setelah mengalami stres kemudian dia merasa tidak berdaya, maka dia akan masuk ke kondisi depresi. Setelah depresi muncul biasanya ada perubahan gairah, seperti malas beraktifitas, malas mandi, malas makan, tidak mau bersosialisasi. Itulah sebabnya stres harus diatasi agar tidak jatuh pada kondisi depresi.

Bila seseorang mengalami kehilangan minat terhadap berbagai kegiatan yang sebelumnya digemari, waspadai depresi. Lebih jelasnya, kenali gejala depresi, diantaranya tak ada gairah, rasa lelah, tak berdaya, kurang konsentrasi, gangguan gairah seksual, mood menurun, berubahnya berat badan, perubahan pola tidur, gelisah, lesu, rasa bersalah dan tak berguna, dan muncul pikiran bunuh diri.

Keluhan kronis berbagai gangguan fisik seperti sakit maag, pusing, sakit kepala, sakit pinggang, sering masuk angin, selalu mengeluh tidak bisa tidur, pelupa, sulit konsentrasi, pikiran kosong, juga merupakan  gejala depressi.

“Cemas berlebihan akan memacu hormon andrenalin yang dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Kecemasan juga mamacu produksi asam lambung mengakibatkan berbagai keluhan pencernaan,” ujar Suryo.

Kondisi ini bukan tidak bisa ditangani, ada berbagai cara mengatasi stres dengan pola hidup teratur, istirahat cukup, makan seimbang, olahraga, rekreasi, sikap hidup positif, berfikir rasional dan obyektif, merencanakan kehidupan dan menerima apa yang tidak dapat diubah, meluangkan waktu untuk diri sendiri, dan mengembangkan kehidupan spiritual. (JS)