Rabu, 30 Mei 2012

CITA2 3 POHON - ARTIKEL

Alkisah, ada tiga pohon di dalam hutan. Suatu hari, ketiganya saling menceritakan mengenai harapan dan impian mereka..
Pohon pertama berkata: “Kelak aku ingin menjadi peti harta karun. Aku akan diisi emas, perak dan berbagai batu permata dan semua orang akan mengagumi keindahannya” .
Kemudian pohon kedua berkata: “Suatu hari kelak aku akan menjadi sebuah kapal yang besar. Aku akan mengangkut raja-raja dan berlayar ke ujung dunia. Aku akan menjadi kapal yang kuat dan setiap orang merasa aman berada dekat denganku”.
Lalu giliran pohon ketiga yang menyampaikan impiannya: “Aku ingin tumbuh menjadi pohon yang tertinggi di hutan di puncak bukit. Orang-orang akan memandangku dan berpikir betapa aku begitu dekat untuk menggapai surga dan TUHAN. Aku akan menjadi pohon terbesar sepanjang masa dan orang-orang akan mengingatku” .
Setelah beberapa tahun berdoa agar impian terkabul, sekelompok penebang pohon datang dan menebang ketiga pohon itu…
Pohon pertama dibawa ke tukang kayu. Ia sangat senang sebab ia tahu bahwa ia akan dibuat menjadi peti harta karun. Tetapi, doanya tidak menjadi kenyataan karena tukang kayu membuatnya menjadi kotak tempat menaruh makanan ternak. Ia hanya diletakkan dikandang dan setiap hari diisi dengan jerami.
Pohon kedua dibawa ke galangan kapal. Ia berpikir bahwa doanya menjadi kenyataan. Tetapi, ia dipotong-potong dan dibuat menjadi sebuah perahu nelayan yang sangat kecil. Impiannya menjadi kapal besar untuk mengangkut raja-raja telah berakhir.
Pohon ketiga dipotong menjadi potongan-potongan kayu besar dan dibiarkan teronggok dalam gelap.
Tahun demi tahun berganti, dan ketiga pohon itu telah melupakan impiannya masing-masing.
Kemudian suatu hari, sepasang suami istri tiba di kandang. Sang istri melahirkan dan meletakkan bayinya di kotak tempat makanan ternak yang dibuat dari pohon pertama. Orang-orang datang dan menyembah bayi itu. Akhirnya pohon pertama sadar bahwa di dalamnya telah diletakkan harta terbesar sepanjang masa.
Bertahun-tahun kemudian, sekelompok laki-laki naik ke atas perahu nelayan yang dibuat dari pohon kedua. Di tengah danau, badai besar datang dan pohon kedua berfikir bahwa ia tidak cukup kuat untuk melindungi orang-orang di dalamnya. Tetapi salah seorang laki-laki itu berdiri dan berkata kepada badai: “Diam!!!” Tenanglah”. Dan badai itupun berhenti. Ketika itu tahulah bahwa ia telah mengangkut Raja di atas segala raja.
Akhirnya, seseorang datang dan mengambil pohon ketiga. Ia dipikul sepanjang jalan sementara orang-orang mengejek lelaki yang memikulnya. Laki-laki itu kemudian dipakukan di kayu ini dan mati dipuncak bukit. Akhirnya pohon ketiga sadar bahwa ia demikian dekat dengan TUHAN, karena YESUS-lah yang disalibkan padanya…
—————————————————————————————————————-
Ketika keadaan tidak seperti yang engkau inginkan, ketahuilah bahwa Tuhan memiliki rencana untukmu. Jika engkau percaya pada-Nya, Ia akan memberimu berkat-berkat besar. Ketiga pohon mendapatkan apa yang mereka inginkan, tetapi tidak dengan cara yang seperti mereka bayangkan. Begitu juga dengan kita, kita tidak selalu tahu apa rencana Tuhan bagi kita. Kita hanya tahu bahwa jalan-Nya bukanlah jalan kita, tetapi jalan-Nya adalah yang terbaik bagi kita, selamanya…

CINTA YANG TAK BERKESUDAHAN _ARTIKEL

Ada seorang pria yang memiliki kekasih yang sangat dicintainya dengan sepenuh hati. Apapun dilakukan demi menunjukkan rasa cintanya pada permata hatinya ini. Suatu saat, pria ini berkata kepada kekasihnya, “Kekasihku, aku akan memberikan apapun yang kamu minta, asalkan aku menilai hal itu baik buatmu. Karena aku tidak ingin melihat engkau kecewa dengan pilihanmu yang salah”.
Hari demi hari berlalu mengiringi perjalanan cinta mereka. Pria ini tak pernah memalingkan hatinya atau melupakan kekasihnya. Sementara sang wanita merasa berbahagia memiliki pria ini. Hingga suatu hari, wanita ini meminta sesuatu dari kekasihnya. Dia menginginkan sebuah kalung dengan berlian pada liontinnya. Ketika pia ini mendengar permintaan kekasihnya, dia menolak. Dia berkata, “Kekasihku, bukannya aku tidak mau atau tidak bisa membelikanmu kalung itu. Tapi sangat berbahaya bila engkau memakai kalung itu. Bila ada orang yang gelap mata, dia akan merampas kalung itu dan kalau itu terjadi, bukan hanya kamu yang celaka, aku juga akan sangat menderita melihatmu seperti itu. Aku hanya tidak mau kamu mendapat celaka”. Tapi kekasihnya terus meminta kalung itu dan tidak mau mendengar nasehatnya. Akhirnya kalung itu pun dibeli dan dipakai oleh sang wanita.
Selang beberapa hari, apa yang ditakutkan oleh pria ini benar-benar terjadi. Ada 2 orang penjahat yang merampas kalung itu saat kekasihnya sedang mengendarai motor. Kalung itu pun terampas dan wanita ini terjatuh dari motornya. Mendengar berita ini, si pria langsung menemui kekasihnya, membawanya pulang dan mengobati lukanya. Dengan menangis, pria ini berkata, “Mengapa engkau tidak mau menuruti kata-kataku? Engkau mendapat celaka seperti ini, aku merasa sepuluh kali lebih sakit daripadamu”. Wanita ini menangis, dia menyesal dan berkata, “Maafkan aku, aku bersalah padamu karena tidak mendengar perkataanmu dan menuruti keinginanku sendiri. Aku menyesal. Maukah engkau memaafkan aku?”. Dengan penuh cinta kasih pria ini memeluk kekasihnya dan berkata, “Aku memaafkanmu sejak tadi. Aku bahagia karena aku bisa memelukmu dalam keadaan engkau masih hidup. Mulai sekarang, turutilah perkataanku karena aku tidak pernah akan membiarkanmu celaka”. Kekasihnya mengangguk dan mereka menangis bahagia…
SOBAT.. Bukankah cerita itu mirip dengan hidup kita sehari-hari yang kita lewati bersama TUHAN? Tuhan adalah pria itu dan kita adalah sang wanita. Ketika awal kita mengenal DIA, kita berkobar-kobar dan melalui setiap detik dalam hidup dengan bahagia. Tetapi dengan berjalannya waktu, saat kita menginginkan sesuatu dan memohon padaNYA, seringkali permohonan kita tidak sesuai dengan kehendak TUHAN. Tapi kita terus memaksa dan merengek seperti anak kecil. Saat TUHAN benar-benar mengabulkan permohonan kita, belum tentu itu baik buat kita. Malah bisa-bisa kita kecewa karena menuruti keinginan kita sendiri. Saat itu terjadi, barulah kita ingat padaNYA, kita menyesal dan minta ampun.
Beruntunglah karena kita memiliki ALLAH yang Maha Pengampun. Dia tidak pernah menolak bila kita memohon ampun atas semua kesalahan dan kekerasan hati kita.
TUHAN tidak pernah meninggalkan kita. Tetapi seringkali kita yang meninggalkanNYA. Dan apa yang DIA lakukan? Denga sabar DIA menunggu kita kembali padaNYA.
SOBAT, ingatlah :
Saat kita berhenti melangkah jauh dariNYA, maka DIA tersenyum…
Saat kita menoleh padaNYA, maka DIA tertawa…
Saat kita berbalik padaNYA, maka DIA membuka kedua tanganNYA…
Saat kita melangkah 1 Langkah ke arahNYA, maka DIA akan BERLARI 1000 LANGKAH MENGHAMPIRI KITA….
Sungguh cintaNYA pada kita takkan pernah berkesudahan..

SEKEPING CINTA-ARTIKEL

Suatu malam ketika aku kembali ke rumah, istriku menghidangkan makan malam untukku, sambil memegang tangannya aku berkata, “Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu.” Istriku lalu duduk di samping sambil menemaniku menikmati makan malam dengan tenang. Dari raut wajah dan matanya kutahu dia sedang memendam luka batin yang membara.
Tiba-tiba aku tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Kata-kata rasanya berat keluar dari mulutku. Akan tetapi aku harus membiarkan istriku mengetahui apa yang sedang kupikirkan. Aku ingin sebuah perceraian di antara kami. Aku lalu memberanikan diri untuk membicarakannya dengan tenang. Nampaknya dia tidak terganggu sama sekali dengan pembicaraanku, dia malah balik dan bertanya kepadaku dengan tenang, tapi mengapa?
Aku menolak menjawabnya. Ini membuatnya sungguh marah kepadaku. Dia membuang choptiks di tangannya dan mulai berteriak kepadaku, “Engkau bukan seorang laki-laki sejati.” Malam itu kami tidak saling bertegur sapa. Dia terus menangis dan menangis. Aku tahu bahwa dia ingin mengetahui alasan di balik keinginanku untuk bercerai. Tetapi aku dapat memberinya sebuah jawaban yang memuaskan, “Dia telah menyebabkan kasih sayangku hilang terhadap Jane (wanita simpananku). Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya kasihan kepadanya.”
Dengan sebuah rasa bersalah yang dalam, aku membuat sebuah pernyataan persetujuan untuk bercerai bahwa dia dapat memiliki rumah kami, mobil dan 30% dari keuntungan perusahaan kami. Dia sungguh marah, merobek kertas itu. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya bersamaku kini telah menjadi orang asing di rumah kami, khususnya di hatiku. Aku meminta maaf untuknya, untuk waktunya yang telah terbuang selama 10 tahun bersamaku, untuk semua usaha dan energi yang diberikan kepadaku, tapi aku tidak dapat menarik kembali apa yang telah kukatakan kepada Jane bahwa aku sungguh mencintainya. Akhirnya dia menangis dengan suara keras di hadapanku yang mana aku sendiri berharap melihat terjadi padanya. Bagiku tangisannya tidak mempunyai makna apa-apa. Keinginanku untuk bercerai di hati dan pikiranku telah bulat dan aku harus melakukannya saat itu.
Hari berikutnya, ketika aku kembali ke rumah sedikit larut kutemukan dia sedang menulis sesuatu di atas meja di ruang tidur kami. Aku tidak makan malam tapi langsung pergi tidur karena rasa ngantuk yang tak tertahankan akibat rasa capai sesudah seharian bertemu dengan Jane, wanita idamanku saat itu. Ketika terbangun kulihat dia masih duduk di samping meja itu sambil melanjutkan tulisannya. Aku tidak menghiraukannya dan kembali meneruskan tidurku.
Pagi harinya dia menyerahkan syarat-syarat perceraian yang telah ditulisnya sejak semalam kepadaku. Dia tidak menginginkan sesuatupun dariku, tetapi hanya membutuhkan waktu sebulan sebelum perceraian untuk saling memperlakukan sebagai suami-istri dalam arti sebenarnya. Dia memintaku dalam sebulan itu kami berdua harus berjuang untuk hidup normal layaknya suami-istri. Alasannya sangat sederhana, “Putra kami akan menjalani ujian dalam bulan itu sehingga dia tidak ingin mengganggunya dengan rencana perceraian kami.”
Aku menyetujui syarat-syarat yang dia berikan. Akan tetapi dia juga meminta beberapa syarat tambahan sebagai berikut, dalam rentang waktu sebulan itu, aku harus mengingat kembali bagaimana pada permulaan pernikahan kami, aku harus menggendongnya sambil mengenang kembali saat pesta pernikahan kami. Dia memintaku untuk menggendongnya selama sebulan itu dari kamar tidur sampai di muka pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia sudah gila. Akan tetapi, biarlah kucoba untuk membuat hari-hari terakhir kami menjadi indah untuk memenuhi permintaannya kepadaku demi meluluskan perceraian kami.
Aku menceritakan kepada Jane (wanita simpananku) tentang syarat-syarat yang ditawarkan oleh istriku. Jane tertawa terbahak-bahak mendengarnya dan berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang aneh dan tak bermakna. Terserah saja apa yang menjadi tuntutannya tapi yang pasti dia akan menghadapi perceraian yang telah  kita rencanakan, demikian kata Jane.
Kami tak lagi berhubungan badan layaknya suami-istri selama waktu-waktu itu. Sehingga sewaktu aku menggendongnya keluar menuju pintu rumah kami pada hari pertama, kami tidak merasakan apa-apa. Putra kami melihatnya dan bertepuk tangan dibelakang kami, sambil berkata, “Wow… papa sedang menggendong mama”. Kata-kata putra kami sungguh membuat luka di hatiku.
Dari tempat tidur sampai di pintu depan aku menggendong dan membawanya sambil tangannya memeluk eratku. Dia menutup mata sambil berkata pelan, “Jangan beritahukan perceraian ini kepada putra kita.” Aku  menurunkannya di depan pintu. Dia lalu pergi ke depan rumah untuk menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerjanya. Sedangkan aku mengendarai mobil sendirian ke kantorku.
Pada hari kedua, kami berdua melakukannya dengan lebih mudah. Dia merapat melekat erat di dadaku. Aku dapat mencium dan merasakan keharuman tubuh dan pakaianya. Aku menyadari bahwa aku tidak memperhatikan wanita ini dengan saksama untuk waktu yang sudah agak lama. Aku menyadari bahwa dia tidak muda lagi seperti dulu. Ada bintik-bintik kecil di raut wajahnya, rambutnya mulai beruban! Perkawinan kami telah membuatnya seperti itu. Untuk beberapa menit aku mencoba merenung tentang apa yang telah kuperbuat kepadanya selama perkawinan kami.
Pada hari yang ke empat, ketika aku menggendongnya, aku merasa sebuah perasaan kedekatan/keintiman yang mulai kembali merebak di relung hatiku yang paling dalam. Inilah wanita yang telah memberi dan mengorbankan 10 tahun kehidupannya untukku. Pada hari keenam dan ketujuh, aku mulai menyadari bahwa kedekatan kami sebagai suami-istri mulai tumbuh kembali di hatiku. Aku tidak mau mengatakan perasaan seperti ini kepada Jane (wanita yang akan kunikahi setelah perceraian kami). Aku pikir ini akan lebih baik karena aku hanya ingin memenuhi syarat yang dia minta agar nantinya aku bisa menikah dengan wanita yang sekarang aku cintai, si Jane.
Aku memperhatikan ketika suatu pagi dia sedang memilih pakaian yang hendak dia kenakan. Dia mencoba beberapa darinya tapi tidak menemukan satu pun yang cocok untuk tubuhnya. Dia lalu sedikit mengeluh, semua pakaianku terasa terlalu besar untuk tubuhku sekarang. Aku kemudian menyadari bahwa dia semakin kurus, dan inilah alasannya mengapa aku dapat dengan mudah menggendongnya pada hari-hari itu.
Tiba-tiba kenyataan itu sangat menusuk dalam di hati dan perasaanku. Dia telah memendam banyak luka dan kepahitan hidup di hatinya. Aku lalu mengulurkan tanganku dan menyentuh kepalanya.
Tiba-tiba putra kami muncul pada saat it dan berkata, “Papa, sekarang waktunya untuk menggendong dan membawa mama.” Baginya, menggendong dan membawa ibunya keluar menjadi sesuatu yang penting dalam hidupnya. Istriku mendekati putra kami dan memeluk erat tubuhnya penuh keharuan. Aku memalingkan wajahku ke arah yang berlawanan karena takut situasi istri dan putraku akan mempengaruhi dan mengubah keputusanku untuk bercerai pada saat-saat akhir memenuhi syarat-syaratnya. Aku lalu mengangkatnya dengan kedua tanganku, berjalan dari kamar tidur kami, melalui ruang santai sampai ke pintu depan. Tangannya melingkar erat di leherku dengan lembut dan sangat romantis layaknya suami-istri yang hidupnya penuh kedamaian dan harmonis satu dengan yang lain. Aku pun memeluk erat tubuhnya; dan ini seperti moment hari pernikahan kami 10 tahun yang lalu.
Akan tetapi tubuhnya yang sekarang ringan membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya dengan kedua lenganku aku merasa sangat berat untuk menggerakkan  walaupun cuma selangkah ke depan. Putra kami telah pergi ke sekolah. Aku memeluk eratnya sambil berkata, aku tidak pernah memperhatikan selama ini bahwa hidup perkawinan kita telah kehilangan keintiman/keakraban satu dengan yang lain. Aku mengendarai sendiri kendaraan ke kantorku….melompat keluar dari mobilku tanpa mengunci pintunya. Aku sangat takut jangan sampai ada sesuatu yang membuatku mengubah pikiranku. Aku naik ke lantai atas. Jane membuka pintu dan aku berkata kepadanya, “Maaf Jane, Aku tidak ingin menceraikan istriku”.
Jane memandangku penuh tanda tanya bercampur keheranan, dan kemudian menyentuh dahiku dengan jarinya. Apakah badanmu panas? Dia berkata. Aku mengelak dan mengeluarkan tangannya dari dahiku. “Maaf Jane, aku tidak akan bercerai. Hidup perkawinanku terasa membosankan karena dia dan aku tidak memakna secara detail setiap moment kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai satu sama lain. Sekarang aku menyadari bahwa sejak aku menggendong dan membawanya setiap pagi, dan terutama kembali mengingat kenangan hari pernikahan kami aku memutuskan untuk tetap akan menggendongnya sampai hari kematian kami tak terpisahkan satu dari yang lain.” Jane sangat kaget mendengar jawabanku. Dia menamparku dan kemudian membanting pintu dengan keras dan mulai meraung-raung dalam kesedihan bercampur kemarahan terhadapku. Aku tidak menghiraukannya. Aku menuruni tangga dan mengendarai mobilku pergi menjauhinya. Aku singgah di sebuah toko bunga di sepanjang jalan itu, aku memesan bunga untuk istriku. Gadis penjual bunga bertanya apa yang harus kutulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis, “Aku akan menggendongmu setiap pagi sampai kematian menjemput.”
Petang hari ketika aku tiba di rumah, dengan bunga di tanganku, sebuah senyum indah di wajahku, aku berlari kecil menaiki tangga rumahku, hanya untuk bertemu dengan istiriku dan menyerahkan bunga itu sambil merangkulnya untuk memulai sesuatu yang baru dalam perkawinan kami, tapi apa yang kutemukan? Istriku telah meninggal di atas tempat tidur yang telah kami tempati bersama selama 10 tahun pernikahan kami. Istriku telah berjuang melawan kanker ganas yang telah menyerangnya berbulan-bulan tanpa pengetahuanku karena kesibukanku untuk menjalin hubungan asmara dengan Jane. Istriku tahu bahwa dia akan meninggal dalam waktu yang relatif singkat akibat kanker ganas itu, dan ia ingin menyelamatkanku dari apapun pandangan negatif yang mungkin lahir dari putra kami sebagai reaksi atas kebodohanku sebagai seorang suami dan ayah, terutama rencana gila dan bodohku untuk menceraikan wanita yang telah berkorban selama sepuluh tahun mempertahankan pernikahan kami dan demi putra kami…
—-sekurang-kurangnnya, di mata putra kami – aku adalah seorang ayah yang penuh kasih dan sayang….demikianlah makna dibalik perjuangan istriku.
Sekecil apapun dari peristiwa atau hal dalam hidup sangat mempengaruhi hubungan kita. Itu bukan tergantung pada uang di bank, mobil atau kekayaan apapun namanya. Semuanya ini bisa menciptakan peluang untuk menggapai kebahagiaan tapi sangat pasti bahwa mereka tidak bisa memberikan kebahagiaan itu dari diri mereka sendiri. Suami-istrilah yang harus saling memberi demi kebahagiaan itu.
Karena itu, selalu dan selamanya jadilah teman bagi pasanganmu dan buatlah hal-hal yang kecil untuknya yang dapat membangun dan memperkuat hubungan dan keakraban di dalam hidup perkawinanmu. Milikilah sebuah perkawinan yang bahagia. Kamu pasti bisa mendapatkannya, kawan!
Jika engkau mau membagi cerita ini kepada sahabat kenalanmu, maka satu hal yang pasti bahwa Tuhan sedang menggunakanmu untuk  menyelamatkan perkawinan orang lain, terutama mereka yang sekarang mengalami masalah dalam pernikahan mereka.
Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat yang menikah maupun yang berencana untuk menikah,
***Duc in Altum***

KEBAHAGIAAN - ARTIKEL

Di sebuah pinggir kota sore hari seorang ibu penjaja pecel sedang mengemasi barang dagangannya yang sudah habis. Kemudian datang seorang tukang becak dan membantu mengemasi dan menaikan barang ibu tersebut ke atas becaknya. Kedua orang tua itu adalah seorang suami istri yang setiap hari bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sesampai di rumah sang anak laki-laki tertuanya masih duduk di depan tv, Andi namanya. Andi tampak tenang-tenang saja tidak membantu menurunkan barang-barang dagangan orangtuanya. Andi memang anak satu-satunya.
Baru saja duduk dan beristirahat Andi langsung berbicara, ” Mak, motorku sudah jelek, aku mau ganti yang baru, di sekolah malu sama teman-teman, dan juga motornya sangat boros”. Meskipun mereka kesusahan mereka selalu memperhatikan anak kesayangannnya. “Tunggu sebulan lagi ya nak, nanti bapak dan ibu tak cari uang tambahan buat beli motormu”.
Hari berganti hari, si bapak bekerja siang dan malam, si ibu bekerja dari pagi sampai sore. Akhirnya sebulan mereka sudah bisa membelikan motor yang agak baru dan bagus untuk dipakai Andi, anaknya.
Begitu seterusnya sampai anaknya lulus kuliah dan bekerja di perusahaan terkemuka. Bapak dan ibu ini masih saja bekerja. Karena si Andi sudah bekerja, maka uang simpanan mereka di tabung. Suatu ketika Andi yang sudah lama bekerja memutuskan untuk berhenti dan membuka usaha baru. Tidak sungkan-sungkan dia meminta tambahan modal usahanya.
Beberapa tahun kemudian Andi sudah menjadi orang sukses. Namun dia selalu lupa untuk menyisihkan sedikit uang kepada orang tuanya. Malah lebih akrab dan sering membantu teman-temannya atau relasi-relasinya dari pada membahagiakan kedua orang tuanya.
Sampai akhirnya satu-persatu orang tuanya meninggal. Andi masih sendiri dan tetap menikmati kekayaannya untuk diri sendiri.
Pada suatu saat Andi bertemu dengan calon istrinya, dan merencakan pernikahan. Semua sudah siap, tinggal waktu pemberkatan Andi kebingungan karena kedua orang tuanya sudah tiada. Sedangkan dia tidak tahu harus meminta kepada siapa untuk mendampingi dia menikah.
Akhirnya dia pulang ke rumahnya, dia bertanya-tanya kepada tetangga sebelah dan menayakan apakah ada mau mendampingi mereka menikah? Tetapi karena tetangga tahu kelakuan Andi mereka tidak mau, malah tetangganya memberi tahukan bahwa sebenarnya andi itu anak angkat .
Tetangga itu bercerita, “Dulu ada orang membuang bayi ke selokan pojok kota. Bapak dan ibu kamu memang sudah lama tidak di karuniai anak, ibu kamu yang setiap pagi berangkat berjualan menemukan kamu, dan akhirnya di rawat. Dulu waktu kecil kamu menderita deman dan sakit tinggi, namun karena dirawat dengan baik akhirnya kamu sekarang menjadi orang yang sehat dan cakep seperti sekarang ini”.
Terkejutlah Andi, ternyata dia sudah begitu tidak mempedulikan kedua orang tua angkatnya yang dari kecil sampai besar sudah membesarkan dan mendidiknya hingga sukses sekarang ini.
Andi menyadari dan merenungkan, apalah arti semua kesuksesan dan kekayaan tersebut. Kalau orang yang mereka sayangi tidak bisa ikut merasakan kebahagiaan seperti dirinya. Jauh lebih besar adalah bisa memberikan rasa sayang dan cinta kepada mereka dari pada memberikan harta dan kekayaan. Karena harta akan sirna ketika kita mati, tapi kasih sayang dan cinta akan tetap ada di hati selamanya, dan apa yang bisa kita perbuat ketika orang-orang yang kita sayangi tetapi kita tidak bisa melakukan balasan apa-apa lagi?
Kekayaan, kesejahteraan, kebahagian akan abadi apabila kita bisa membalas kebaikan mereka yang telah mengasihi kita, karena mereka juga berperan serta dalam proses kesuksesan kehidupan kita ini.

JANGAN MENUNDA - HINGGA TERLAMBAT

Saya ingin sharing tentang apa yang saya dapat di kebaktian hari minggu ini di gereja saya. Saya sangat tersentuh oleh sebuah kesaksian Ps. Philip Mantofa tentang bagaimana suatu hari dia tidak taat pada suara Tuhan, yang mengakibatkan seseorang meninggal bunuh diri sebelum dia mengenal Yesus. Berikut kira-kira ceritanya :
Saat itu saya belum menjadi seorang penginjil. Saya masih berkuliah di sekolah Teologia di Vancouver, Canada. Suatu hari saat saya datang ke sebuah acara bazaar, tiba-tiba seorang laki-laki berumur belasan tahun menghampiri saya dan mengajak saya berkenalan. Dari penampilan luarnya, dia sangat rapi dan terlihat seperti orang baik-baik.
Kami berbincang-bincang sebentar dan saling bertanya tentang sekolah kami. Setelah dia mengetahui bahwa saya bersekolah di sekolah Alkitab, dia tiba-tiba bertanya, “Apakah kamu pernah tidur dengan wanita?”.  “Tidak, bagaimana denganmu?”, jawab saya. “Oh..benarkah? Saya sudah tidur dengan banyak wanita. Saya ingin bertanya, apakah menurutmu itu dosa?”, katanya. Kemudian dia menceritakan tentang kehidupannya yang begitu kelam. Dengan terus terang saya mengatakan bahwa itu dosa dan saya coba menjelaskan tentang kebaikan Yesus dan bagaimana Dia sanggup memulihkan hidupnya. Singkat cerita, dia mau ketika saya mengajaknya untuk ke gereja.
Hari minggunya dia datang bersama kakak laki-lakinya. Ketika kebaktian sedang berlangsung, tiba-tiba saya melihat kakaknya menarik-narik dia untuk mengajaknya pulang. Dia terlihat kebingungan antara ingin melanjutkan ibadah dan mengikuti ajakan kakaknya yang sedikit memaksa itu. Akhirnya saya hanya bisa melihat mereka keluar dari ruangan ibadah tersebut tanpa bisa melakukan apa-apa.
Esok paginya, saya harus pulang ke Indonesia karena ada suatu urusan. Pagi-pagi sekali, sekitar pukul 5 pagi Tuhan tiba-tiba membangunkan saya. Dan saya mendengar suara Tuhan dalam hati saya, Dia berkata, “Philip, telpon dia sekarang. Katakan padanya bahwa Aku mengasihinya.”
“Ah Tuhan.. Bagaimana kalau nanti saja? Ini kan masih pagi sekali.. ” jawab saya dalam keadaan masih mengantuk.
Untuk kedua kalinya Tuhan berkata, “Philip, telpon dia sekarang. Katakan padanya bahwa Aku sangat mengasihinya.”
“Ah Tuhan.. nanti saja setelah saya balik lagi ke Canada baru saya telpon dia, dan saya akan ajak dia ke gereja lagi. Mungkin itu lebih baik.”
Namun suara itu masih berulang-ulang kali terdengar dalam hati saya. Saya tetap mengacuhkan suara tersebut dan menganggap bahwa masih ada waktu lain untuk mengatakannya.
Siang harinya, saya naik pesawat terbang untuk kembali ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, saya mendengar sebuah kabar bahwa laki-laki tersebut tewas karena bunuh diri. Dia dikabarkan lompat dari apartement bersama kakak laki-lakinya pada pukul 6 pagi tadi.
Setelah mendengar kabar tersebut saya sangat shock. Saya begitu merasa bersalah dan saya langsung meminta maaf kepada Tuhan karena tidak menuruti perintah-Nya pagi tadi. Saya sama sekali tidak menyangka bahwa hal yang saya anggap sangat sepele bisa berakibat fatal seperti itu. Ini adalah sebuah kejadian yang begitu memukul saya dan tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Sejak saat itu, saya berjanji tidak akan pernah melewatkan kesempatan untuk memberitakan Injil kepada orang lain, terutama kepada orang-orang yang saya sayangi. Saya berjanji…
Teman-teman, dari kesaksian ini saya belajar bahwa sebuah kesempatan mungkin tidak akan datang untuk kedua kalinya. Oleh karena itu, kita harus menceritakan tentang kebaikan Tuhan kepada orang lain, terutama kepada keluarga dan orang-orang terdekat kita selagi kita masih memiliki kesempatan itu, karena Tuhan telah memilih kita sebagai penjaga kaum Israel (Yeh 3:17). Dan jangan sampai karena kita melewatkan kesempatan itu, kita jadi menyesal nantinya. Jadi, gunakan setiap kesempatan yang ada untuk menceritakan kebaikan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.
Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! –dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu. Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu. (Yeh 3:18-19)

KISAH RAJA DAN PENGEMIS - ARTIKEL

Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia berpapasan dengan seorang pengemis. Sang raja menyapa pengemis ini, “Apa yang engkau inginkan dariku?”
Si pengemis itu tersenyum dan berkata, “Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba.”
Sang raja terkejut, ia merasa tertantang, “Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah!”
Maka menjawablah sang pengemis, “Berpikirlah dua kali, wahai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.”
Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena mendapat nasihat dari seorang pengemis. “Sudah aku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya-raya.”
Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah, “Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan.”
Bukan main! Raja menjadi geram mendengar ‘tantangan’ pengemis di hadapannya. Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas!. Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah. Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan: emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.
Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis, ternyata dia bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya, “Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini?”
Pengemis itu menjawab sambil tersenyum, “Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya”.
“Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan : power tends to corrupt; Kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak”.
Raja itu bertanya lagi, “Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?”
“Tentu ada, yaitu rasa syukur terhadap segala sesuatu yang telah kau miliki. Jika engkau pandai bersyukur, Itu akan menambah nikmat padamu,” ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang.

KISAH BUNGA PUTIH - ARTIKEL

Ini adalah kisah sebuah bunga putih… Ia tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya ia adalah bunga yang terindah yang pernah tumbuh di antara tanah yang penuh dengan semak duri..
Ia tumbuh dengan indah di tengah semak-semak yang keheranan akan bentuk sang bunga putih yang berbeda dengan yang lainnya. Para semak duri lalu memandangnya dengan sinis dan tidak pernah memandang sang bunga putih dengan bersahabat, sehingga si bunga putih pun merasa bahwa ialah yang paling buruk karena ia memiliki bentuk yang paling berbeda di antara semak-semak duri tersebut.
Waktu pun berlalu, sang bunga putih tak pernah merasa bahagia.. bahkan ia sering bertanya kepada kupu-kupu yang senang bermain dengannya :” Mengapa aku harus tumbuh berbeda dengan yang lainnya? Mengapa aku terlihat begitu buruk dibandingkan yang lain”?
Kupu-kupu menjawab :” Kau tidak buruk, bunga putih. Hal yang membuatmu merasa buruk adalah karena dirimu terlihat berbeda dengan yang lainnya. Justru kau adalah bunga yang terindah yang pernah kutemui,bunga putih.” Jawab sang kupu-kupu kepada sang bunga putih.
Bunga putih pun terkejut :”Apa maksudmu,kupu-kupu?”. Kupu-kupu lalu menjawab : “Tahukah dirimu, bunga putih.. bunga sepertimu adalah bunga yang cantik dan terindah, karena di tengah-tengah tanah yang penuh dengan semak duri kau tumbuh dengan anggunnya.. dan bahkan, bagiku kau adalah penolongku, karena ketika aku lapar, di tengah-tengah tempat yang sepertinya tidak ada harapan untuk mencari madu dari bunga, kau ada untuk menyediakan madu sehingga aku tidak kelaparan.. Bunga putih, bunga sepertimu yang tumbuh diantara semak duri sesungguhnya adalah bunga yang cantik dan terindah, karena kau menunjukkan bahwa masih ada harapan di tengah tanah yang penuh semak duri”, kata sang kupu-kupu.
Bunga putih pun sadar,dan pada akhirnya ia bersyukur atas keadaan dirinya.
Terkadang kita seperti bunga putih diatas. Kita seringkali kecewa dan merasa buruk atau tertekan karena berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan sekitar kita.
Kita seringkali tak menyadari bahwa ketika kita berbeda dengan yang lainnya,Tuhan memiliki rencana yang besar di dalam hidup kita..yaitu untuk menjadikan hidup kita menjadi hidup yang memberikan harapan bagi orang lain yang membutuhkan,dan untuk menunjukkan bagi setiap orang, bahwa mimpi masih bisa terwujud di tengah dinginnya dunia,dan harapan masih ada meskipun sepertinya segala sesuatunya tidak dapat menjanjikan apa-apa…
Karena itu, yakinlah di dalam hatimu.. mungkin pada awalnya dirimu merasa tertekan karena berbeda dengan yang lainnya.. Namun, Tuhan tidak pernah melakukan kesalahan dalam mengatur dan menempatkan dirimu..karena Ia tahu, perbedaan yang ada pada dirimu adalah untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa harapan masih ada di dunia yang dingin seperti batu.. Dan Ia memilihmu karena Ia mempunyai rencana yang besar di dalam hidupmu,yang tak pernah terpikirkan dalam benakmu..namun sudah dipersiapkan dengan luar biasa oleh Tuhan..
Karena itu, percayalah..bahwa apapun yang terjadi di dalam hidupmu..semuanya akan mendatangkan kebaikan dan harapan di dalam hidupmu dan juga hidup orang lain.. dan terlebih dari itu semua, percayalah bahwa apa yang Tuhan tetapkan di dalam hidupmu..pasti pada akhirnya semua hal itu akan menjadi indah pada waktuNya..

TIDAK ADA YANG KEBETULAN - RENCANA ALLAH

Di salah satu gereja di Eropa Utara, ada sebuah patung Yesus Kristus yang disalib, ukurannya tidak jauh berbeda dengan manusia pada umumnya. Karena segala permohonan pasti bisa dikabulkan-Nya, maka orang berbondong-bondong datang secara khusus kesana untuk berdoa, berlutut dan menyembah, hampir dapat dikatakan halaman gereja penuh sesak seperti pasar.
Di dalam gereja itu ada seorang penjaga pintu, melihat Yesus yang setiap hari berada di atas kayu salib, harus menghadapi begitu banyak permintaan orang, ia pun merasa iba dan di dalam hati ia berharap bisa ikut memikul beban penderitaan Yesus Kristus. Pada suatu hari, sang penjaga pintu pun berdoa menyatakan harapannya itu kepada Yesus.
Di luar dugaan, ia mendengar sebuah suara yang mengatakan, “Baiklah! Aku akan turun menggantikan kamu sebagai penjaga pintu, dan kamu yang naik diatas salib itu, namun apapun yang kau dengar, janganlah mengucapkan sepatah kata pun.” Si penjaga pintu merasa permintaan itu sangat mudah.
Lalu, Yesus turun, dan penjaga itu naik ke atas, menjulurkan sepasang lengannya seperti Yesus yang dipaku diatas kayu salib. Karena itu orang-orang yang datang bersujud, tidak menaruh curiga sedikit pun. Si penjaga pintu itu berperan sesuai perjanjian sebelumnya, yaitu diam saja tidak boleh berbicara sambil mendengarkan isi hati orang-orang yang datang.
Orang yang datang tiada habisnya, permintaan mereka pun ada yang rasional dan ada juga yang tidak rasional, banyak sekali permintaan yang aneh-aneh. Namun demikian, si penjaga pintu itu tetap bertahan untuk tidak bicara, karena harus menepati janji sebelumnya.
Pada suatu hari datanglah seorang saudagar kaya, setelah saudagar itu selesai berdoa, ternyata kantung uangnya tertinggal. Ia melihatnya dan ingin sekali memanggil saudagar itu kembali, namun terpaksa menahan diri untuk tidak berbicara. Selanjutnya datanglah seorang miskin yang sudah 3 hari tidak makan, ia berdoa kepada Yesus agar dapat menolongnya melewati kesulitan hidup ini. Ketika hendak pulang ia menemukan kantung uang yang ditinggalkan oleh saudagar tadi dan begitu dibuka, ternyata isinya uang dalam jumlah besar. Orang miskin itu pun kegirangan bukan main, “Yesus benar-benar baik, semua permintaanku dikabulkan!” dengan amat bersyukur ia lalu pergi.
Diatas kayu salib, “Yesus” ingin sekali memberitahunya, bahwa itu bukan miliknya. Namun karena sudah ada perjanjian, maka ia tetap menahan diri untuk tidak berbicara. Berikutnya, datanglah seorang pemuda yang akan berlayar ke tempat yang jauh. Ia datang memohon agar Yesus memberkati keselamatannya. Saat hendak meninggalkan gereja, saudagar kaya itu menerjang masuk dan langsung mencengkram kerah baju si pemuda, dan memaksa si pemuda itu mengembalikan uangnya. Si pemuda itu tidak mengerti keadaan yang sebenarnya, lalu keduanya saling bertengkar.
Di saat demikian, tiba-tiba dari atas kayu salib “Yesus” akhirnya angkat bicara. Setelah semua masalahnya jelas, saudagar kaya itu pun kemudian pergi mencari orang miskin itu dan si pemuda yang akan berlayar pun bergegas pergi, karena khawatir akan ketinggalan kapal.
Yesus yang asli kemudian muncul, menunjuk ke arah kayu salib itu sambil berkata, “TURUNLAH KAMU! Kamu tidak layak berada disana.” Penjaga itu berkata, “Aku telah mengatakan yang sebenarnya dan menjernihkan persoalan serta memberikan keadilan, apakah salahku?”
“Apa yang kamu tahu?”, kata Yesus.
“Saudagar kaya itu sama sekali tidak kekurangan uang, uang di dalam kantung bermaksud untuk dihambur-hamburkannya. Namun bagi orang miskin, uang itu dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sekeluarga. Yang paling kasihan adalah pemuda itu. Jika saudagar itu terus bertengkar dengan si pemuda sampai ia ketinggalan kapal, maka si pemuda itu mungkin tidak akan kehilangan nyawanya. Tapi sekarang kapal yang ditumpanginya sedang tenggelam di tengah laut.”
———————————————————————————————————
Ini kedengarannya seperti sebuah anekdot yang menggelikan, namun dibalik itu terkandung sebuah rahasia kehidupan…Kita seringkali menganggap apa yang kita lakukan adalah yang paling baik, namun kenyataannya kadang justru bertentangan. Itu terjadi karena kita tidak mengetahui hubungan sebab-akibat dalam kehidupan ini.
Kita harus percaya bahwa semua yang kita alami saat ini, baik itu keberuntungan maupun kemalangan, semuanya merupakan hasil pengaturan yang terbaik dari Tuhan buat kita, dengan begitu kita baru bisa bersyukur dalam keberuntungan dan kemalangan dan tetap bersuka cita.
Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

KAU SAHABATKU - ARTIKEL

Suatu hari seorang pelukis terkenal sedang menyelesaikan lukisan terbaiknya dan rencananya akan dipamerkan pada saat pernikahan Putri Diana. Ketika menyelesaikan lukisannya ia sangat senang dan terus memandangi lukisannya yang berukuran 2×8 m. Sambil memandangi, ia berjalan mundur dan ketika berjalan mundur ia tidak melihat ke belakang. Ia terus berjalan mundur dan di belakangnya adalah ujung dari gedung tersebut yang tinggi sekali dan tinggal satu langkah lagi dia bisa mengakhiri hidupnya.
Seseorang melihat pemandangan tersebut dan bermaksud untuk berteriak memperingatkan pelukis tersebut, tapi tidak jadi karena dia khawatir si pelukis tersebut malah bisa jatuh ketika kaget mendengar teriakannya. Kemudian orang yang melihat pelukis tersebut mengambil kuas dan cat yang ada di depan lukisan tersebut lalu mencoret-coret lukisan tersebut sampai rusak. Tentu saja pelukis tersebut sangat marah dan berjalan maju hendak memukul orang tersebut. Tetapi beberapa orang yang ada disitu menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang nyaris jatuh.
Kadang-kadang kita telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari indah yang kita idamkan. Tetapi kadangkala rencana itu tidak bisa terlaksana karena Tuhan punya maksud lain yang lebih baik. Kadang-kadang kita marah dan jengkel terhadap TUHAN atau juga terhadap orang lain. Tapi perlu kita ketahui TUHAN selalu menyediakan yang terbaik. Dia melihat segala apa yang tidak kita lihat.

ANAK YANG CACAT - ARTIKEL

Seorang Ibu sangat gembira ketika menerima telegram dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang. Apalagi ia adalah anak satu-satunya. Maklumlah anak tersebut pergi ditugaskan perang ke Vietnam pada 4 tahun yang lampau dan sejak 3 tahun yang terakhir, orang tuanya tidak pernah menerima kabar lagi dari putera tunggalnya tersebut. Sehingga diduga bahwa anaknya gugur dimedan perang. Anda bisa membayangkan betapa bahagianya perasaan Ibu tersebut. Dalam telegram tersebut tercantum bahwa anaknya akan pulang besok.
Esok harinya telah disiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan putera tunggal kesayangannya, bahkan pada malam harinya akan diadakan pesta khusus untuk dia, dimana seluruh anggota keluarga maupun rekan-rekan bisnis dari suaminya diundang semua. Maklumlah suaminya adalah Direktur Bank Besar yang terkenal diseluruh ibukota.
Siang harinya si Ibu menerima telepon dari anaknya yang sudah berada di airport.
Si Anak: “Bu bolehkah saya membawa kawan baik saya?”
Ibu: “Oh sudah tentu, rumah kita cuma besar dan kamarpun cukup banyak, bawa saja, jangan segan-segan bawalah!”
Si Anak: “Tetapi kawan saya adalah seorang cacat, karena korban perang di Vietnam.”
Ibu: “……oooh tidak jadi masalah, bolehkah saya tahu, bagian mana yang cacat?” – nada suaranya sudah agak menurun
Si Anak: “Ia kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya!”
Si Ibu dengan nada agak terpaksa, karena si Ibu tidak mau mengecewakan anaknya: “Asal hanya untuk beberapa hari saja, saya kira tidak jadi masalah..”
Si Anak: “…tetapi masih ada satu hal lagi yang harus saya ceritakan sama Ibu, kawan saya itu wajahnya juga rusak.. begitu juga kulitnya, karena sebagian besar hangus terbakar, maklumlah pada saat ia mau menolong kawannya ia menginjak ranjau, sehingga bukan tangan dan kakinya saja yang hancur melainkan seluruh wajah dan tubuhnya turut terbakar!”
Si Ibu dengan nada kecewa dan kesal: “Nak, lain kali saja kawanmu itu diundang ke rumah kita, untuk sementara suruh saja tinggal di hotel, kalau perlu biar ibu yang bayar nanti biaya penginapannya..”
Si Anak: “…tetap ia adalah kawan baik saya Bu, saya tidak ingin pisah dari dia!”
Si Ibu: “Coba renungkan nak, ayah kamu adalah seorang konglomerat yang ternama dan kita sering kedatangan tamu para pejabat tinggi maupun orang-orang penting yang berkunjung ke rumah kita, apalagi nanti malam kita akan mengadakan perjamuan malam bahkan akan dihadiri oleh seorang menteri, apa kata mereka apabila mereka nanti melihat seorang anak dengan tubuh yang cacat dan wajah yang rusak. Bagaimana pandangan umum dan bagaimana lingkungan bisa menerima kita nanti? Apakah tidak akan menurunkan martabat kita bahkan jangan-jangan nanti bisa merusak citra binis usaha dari ayahmu nanti.”
Tanpa ada jawaban lebih lanjut dari anaknya telepon diputuskan dan ditutup.
Orang tua dari kedua anak tersebut maupun para tamu menunggu hingga jauh malam ternyata anak tersebut tidak pulang, ibunya mengira anaknya marah, karena tersinggung, disebabkan temannya tidak boleh datang berkunjung ke rumah mereka.
Jam tiga subuh pagi, mereka mendapat telepon dari rumah sakit, agar mereka segera datang ke sana, karena harus mengidetifitaskan mayat dari orang yang bunuh diri. Mayat dari seorang pemuda bekas tentara Vietnam, yang telah kehilangan tangan dan kedua kakinya dan wajahnyapun telah rusak karena kebakar. Tadinya mereka mengira bahwa itu adalah tubuh dari teman anaknya, tetapi kenyataannya pemuda tersebut adalah anaknya sendiri! Untuk membela nama dan status akhirnya mereka kehilangan putera tunggalnya!
Kita akan menilai bahwa orang tua dari anak tersebut kejam dan hanya mementingkan nama dan status mereka saja, tetapi bagaimana dengan diri kita sendiri? Apakah kita lain dari mereka?
Apakah Anda masih tetap mau berkawan
……. dengan orang cacat?
……..yang bukan karena cacat tubuh saja?
……. tetapi cacat mental atau
……..cacat status atau cacat nama atau
……..cacat latar belakang kehidupannya?
Apakah Anda masih tetap mau berkawan dengan orang
…….yang jatuh miskin?
…… yang kena penyakit AIDS?
…….yang bekas pelacur?
…….yang tidak punya rumah lagi?
…….yang pemabuk?
…….yang pencandu?
…….yang berlainan agama?
Renungkanlah jawabannya hanya Anda dan Tuhan saja yang mengetahunya. Dan yang paling penting adalah “SIKAP” kita dalam memandang suatu hal harus kita ubah menjadi yang lebih baik atau lebih positif. Karena dengan sikap positif secara otomatis akan menumbuhkan sikap rendah hati, peduli terhadap orang lain dan tentunya hal-hal lain yang lebih baik.

RAJA DGN 4 ISTRINYA - ARTIKEL

Dahulu kala ada seorang raja yang mempunyai 4 isteri. Raja ini sangat mencintai isteri keempatnya dan selalu menghadiahkannya pakaian-pakaian yang mahal dan memberinya makanan yang paling enak. Hanya yang terbaik yang akan diberikan kepada sang isteri.
Dia juga sangat memuja isteri ketiganya dan selalu memamerkannya ke pejabat-pejabat kerajaan tetangga. Itu karena dia takut suatu saat nanti, isteri ketiganya ini akan meninggalkannya.
Sang raja juga menyayangi isteri keduanya. Karena isterinya yang satu ini merupakan tempat curahan hatinya, yang akan selalu ramah, peduli dan sabar terhadapnya. Pada saat sang raja menghadapi suatu masalah, dia akan mengungkapkan isi hatinya hanya pada isteri keduanya karena dia bisa membantunya melalui masa-masa sulit itu.
Isteri pertama raja adalah pasangan yang sangat setia dan telah memberikan kontribusi yang besar
dalam pemeliharaan kekayaannya maupun untuk kerajaannya. Akan tetapi, si raja tidak peduli
terhadap isteri pertamanya ini meskipun sang isteri begitu mencintainya, tetap saja sulit bagi sang raja untuk memperhatikan isterinya itu.
Hingga suatu hari, sang raja jatuh sakit dan dia sadar bahwa kematiannya sudah dekat.
Sambil merenungi kehidupannya yang sangat mewah itu, sang raja lalu berpikir, “Saat ini aku memiliki 4 isteri disampingku, tapi ketika aku pergi mungkin aku akan sendiri”.
Lalu, bertanyalah ia pada isteri keempatnya, “Sampai saat ini, aku paling mencintaimu, aku sudah menghadiahkanmu pakaian-pakaian yang paling indah dan memberi perhatian yang sangat besar hanya untukmu. Sekarang aku sekarat, apakah kau akan mengikuti dan tetap menemaniku ?”
“Tidak akan !” balas si isteri keempat itu, ia pun pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
Jawaban isterinya itu bagaikan pisau yang begitu tepat menusuk jantungnya. Raja yang sedih itu kemudian berkata pada isteri ketiganya, “Aku sangat memujamu dengan seluruh jiwaku. Sekarang aku sekarat, apakah kau tetap mengikuti dan selalu bersamaku ?”
“Tidak !” sahut sang isteri. “Hidup ini begitu indah ! Saat kau meninggal, akupun akan menikah kembali !”
Perasaan sang rajapun hampa dan membeku. Beberapa saat kemudian, sang raja bertanya pada isteri keduanya, “Selama ini, bila aku membutuhkanmu kau selalu ada untukku. Jika nanti aku meninggal, apakah kau akan mengikuti dan terus disampingku ?” “Maafkan aku, untuk kali ini aku tidak bisa memenuhi permintaaanmu !” jawab isteri keduanya. “Yang bisa aku lakukan, hanyalah ikut menemanimu menuju pemakamanmu.”
Lagi-lagi, jawaban si isteri bagaikan petir yang menyambar dan menghancurkan hatinya.
Tiba-tiba, sebuah suara berkata :
“Aku akan bersamamu dan menemanimu kemanapun kau pergi.” Sang raja menolehkan kepalanya mencari-cari siapa yang berbicara dan terlihatlah olehnya isteri pertamanya. Dia kelihatan begitu kurus seperti menderita kekurangan gizi.
Dengan penyesalan yang sangat mendalam kesedihan yang amat sangat, sang raja berkata sendu, “Seharusnya aku lebih memperhatikanmu saat aku masih punya banyak kesempatan !”
Dalam realitanya, sesungguhnya kita semua mempunyai “4 isteri” dalam hidup kita….
“Isteri Keempat” kita adalah tubuh kita. Tidak peduli berapa banyak waktu dan usaha yang kita habiskan untuk membuatnya terlihat bagus, tetap saja dia akan meninggalkan kita saat kita meninggal…
Kemudian “Isteri Ketiga” kita adalah ambisi, kedudukan dan kekayaan kita. Saat kita meninggal,
semua itu pasti akan jatuh ke tangan orang lain.
Sedangkan “Isteri Kedua” kita adalah keluarga dan teman-teman kita. Tak peduli berapa lama waktu
yang sudah dihabiskan bersama kita, tetap saja mereka hanya bisa menemani dan mengiringi kita
hingga ke pemakaman.
Dan akhirnya “Isteri Pertama” kita adalah jiwa, roh, dan iman kita, yang sering terabaikan karena sibuk memburu kekayaan, kekuasaan, dan kepuasan nafsu. Padahal, jiwa, roh, atau iman inilah yang akan mengikuti kita kemanapun kita pergi.
Jadi perhatikan, tanamkan dan simpan baik-baik dalam hatimu sekarang ! Hanya inilah hal terbaik yang bisa kau tunjukkan pada dunia…

WAKTU DAN CINTA - ARTIKEL

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya.
Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu.
Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.
“Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta.
“Aduh! Maaf, Cinta!” kata Kekayaan, “Perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.”
Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.
Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!”, teriak Cinta.
Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.
Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik.
Tak lama lewatlah Kecantikan.
“Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!”, teriak Cinta.
“Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini.” sahut Kecantikan.
Cinta sedih sekali mendengarnya.
Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan.
“Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu,” kata Cinta.
“Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja…” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.
Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya.
Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, “Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!”
Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya.
Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.
Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu.
Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu.
“Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu.” kata orang itu.
“Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku” tanya Cinta heran.
“Sebab,” kata orang itu, “Hanya Waktu lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu.”

BIG CHALLENGE-TANTANGAN TERBESAR DALAM KELUARGA


Suatu kali para jari mengadakan pertemuan keluarga. Mereka makan malam bersama dan saling berbagi cerita mengenai tantangan yang secara nyata mereka alami sebagai anggota-anggota tubuh, di tengah zaman yang semakin ingin memecah belah mereka. Inilah hasil dari perbincangan mereka.
SI JEMPOL merasa tantangan terbesar bagi dirinya adalah PERSAINGAN. Menurutnya, di dunia metropolitan seperti Jakarta ini, besar sekali kemungkinan adanya persaingan. Jari jemari harus siap diperadukan satu dengan lainnya. siapa yang kuat, dia yang mendapat perlakuan secara khusus.
Bicara tentang si Jempol saja misalnya, ada banyak orang yang lebih memilih serta menantikan kehadirannya dibandingkan jari jemari lainnya. Sebab begitu si jempol berdiri, semua orang sudah paham bahwa ada pujian yang akan dikumandangkannya. Katanya, “Aku tidak mungkin mengacungkan jempol untuk semua orang. Hanya pada orang-orang tertentu saja aku mau berdiri dan menyatakan pujianku. Semakin aku jujur, semakin orang menghendaki kehadiranku.”
Apakah kita juga setuju dengan pendapat si jempol? Bahwa salah satu tantangan yang dihadapi seorang Kristen di zaman ini adalah persaingan? Sadar atau tidak kita ada di dalam dunia persaingan ini. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, persaingan terus berlanjut dan membayang-bayangi hidup kita.
Di kalangan anak-anak kita saja misalnya persaingan mulai muncul saat mereka memperebutkan kasih sayang. Berapa banyak orangtua yang tidak siap menjadi orangtua bagi anak-anak mereka, sehingga mereka lebih suka berlaku manis pada anak-anak mereka yang juga memberikan respon positif. Untuk anak-anak yang manis, yang pandai, yang taat, seringkali orangtua memberikan perhatian lebih ketimbang pada anak-anak mereka yang memberontak, tidak taat dan sulit belajar mandiri. Anak-anak jadi terbiasa berlaku pura-pura demi memperebutkan perhatian orangtuanya.
Itu baru di dalam keluarga saat mereka berelasi dengan orangtuanya. Tetapi di kalangan dunia anak sendiri, jangankan anak-anak yang sudah menginjak akil balik, di usia anak saya pun (sekitar 2 tahunan) sudah terjadi persaingan. Persaingan terjadi karena masalah yang sangat sepele kelihatannya, yaitu masalah bola plastik. Saat persediaan bola plastik hanya satu, bola itu jadi diperebutkan. Siapa yang mendapat bola itu? Rupanya yang kuatlah yang bisa memegang dan menguasai bola itu. Mereka yang ditendang, tidak bisa melawan atau membalas, harus menerima kekalahan yang tidak adil itu dengan terpaksa.
Di kalangan para siswa persaingan juga muncul. Bukan hanya di sekolah saat mereka bersaing nilai, tetapi juga saat mereka bersaing teman favorite, pacar, bahkan juga saat sebuah tim sedang memilih anggota terbaik mereka untuk sebuah kompetisi olah raga.
Persaingan berlanjut di dunia bisnis, di kantor, di jalanan, di toko, termasuk di dunia hiburan. Untuk mengambil tempat duduk di restaurant favorite pun kita bersaing waktu dengan pengunjung lainnya. mata kita harus sigap mencari tempat duduk yang kosong, jika restaurant yang kita tuju tidak memiliki stand pendaftaran customer mereka.
Ternyata memang benar, persaingan muncul tidak memandang bulu dan kelas. Di manapun, kapan pun selalu ada persaingan. Entah anak-anak kita pandai atau biasa-biasa saja, entah kita sedang berekreasi maupun bekerja, persaingan bisa terjadi.
Pertanyaannya, apa buruknya dari sebuah persaingan? Persaingan yang sehat tentu membawa hasil yang baik. Tetapi sebaliknya jika persaingan itu didominasi oleh ambisi dan ketinggian hati, maka persaingan akan membawa seseorang pada tindakan kejam, sarkastis dan akhirnya menimbulkan banyak korban. Padahal peneladanan Kristus berbeda sama sekali dengan hal tersebut. Apa perbedaan teladan Kristus dengan maraknya persaingan yang ada di zaman ini?
Persaingan melegalkan kita mengorbankan orang lain, sedangkan kehadiran Kristus mengajar kita untuk berkorban demi orang lain. Persaingan menebalkan kepekaan sosial kita, sedangkan kehadiran Kristus membuat kita semakin peka akan kebutuhan sesama. Persaingan membawa kita pada pementingan diri dengan kekuatan dan kelebihan kita, sedangkan kehadiran Kristus mementingkan mereka yang lemah dengan bantuan kekuatan serta kelebihan yang Tuhan beri pada kita.
Apakah kita dan anggota keluarga kita bersaing secara positif? Yesus juga mengajarkan kita untuk bersaing, bersaing dalam perlombaan iman. Bersaing dalam memenangkan kasih yang sejati, serta persaingan dalam menciptakan perdamaian (Rom 12:18).
Kini giliran SI TELUNJUK unjuk bicara. Menurutnya, tantangan terberatnya zaman ini adalah HARGA DIRI.
Si Telunjuk berkata, “Aku merasa, seringkali jariku disalahgunakan orang lain. Saat mereka menggunakanku untuk mempertahankan harga diri mereka. Mereka menunjuk seseorang untuk melempar tanggung jawab, menunjuk yang lemah untuk mempermalukan mereka, bahkan menunjuk diri sendiri saat pujian disampaikan.”
Dan ironisnya, si telunjuk seringkali menjadi alasan bagi perpecahan yang terjadi dalam keluarga. Sepasang suami istri memutuskan untuk pisah kamar saat tidur malam, hanya karena merasa tidak dihargai oleh pasangannya. Seorang anak bisa meninggalkan rumah karena merasa tidak dihargai oleh orangtuanya. Bahkan seorang pekerja segera meninggalkan rumah tempat mereka bekerja karena merasa harga dirinya diabaikan oleh sang tuan rumah.
Sempat seorang ayah berkata pada anaknya, “Kita boleh tidak punya uang, tapi jangan sampai kita kehilangan harga diri.” Rupanya harga diri begitu penting dan tinggi nilainya. Dunia ini bisa menunjukkan perbedaan status sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan peradaban secara mencolok, tetapi perbedaan itu tidak dapat menyembunyikan yang disebut dengan Harga Diri.
Akibat dari memprioritaskan harga diri, seseorang sampai hati mengorbankan uangnya, miliknya bahkan tenaganya. Sayangnya, dunia ini pun menghargai seseorang dengan hal-hal lahiriah. Rupanya, materi ikut berbicara, memberi andil bagi keputusan berharga atau tidaknya seseorang. Coba kita ingat-ingat, apa yang membuat seorang penjaga toko menghargai kita? Pakaian kita, penampilan kita, termasuk kartu kredit kita. Lalu, pelayanan apa yang juga bergantung pada materi atau uang yang kita miliki? Kelas dalam pesawat terbang, saat kita bermalam di rumah sakit, atau saat kita berbelanja. Semoga dan jangan sampai itu terjadi juga di gereja atau rumah kita.
Inilah tantangan keluarga Kristen di zaman ini, di mana keutuhan keluarga perlu diupayakan melalui sikap saling menghargai dan bukan karena masing-masing anggota keluarga menonjolkan harga dirinya masing-masing. Saya pernah mengatakan pada beberapa anak muda, mari kita turunkan harga diri kita demi mempertahankan relasi. Apa maksudnya? Relasi kita dengan Tuhan dan relasi kita dengan anggota keluarga sangatlah penting. Tuhan mengharapkan agar sesama anggota keluarga saling menolong dan melengkapi satu dengan lainnya. Istilah menolong mengandung makna kesediaan untuk merendahkan hati, turun menyodorkan tangan bagi mereka yang lemah.
Yang lemah diangkat oleh yang kuat. Itu berarti ada upaya turun ke bawah seperti Yesus yang kuat dan berkuasa turun menjadi seorang manusia dan mengambil rupa seorang budak/hamba. Ia menjadi sama seperti kita yang penuh dengan kelemahan. Inilah teladan kerendahan hati demi mengangkat keberhargaan seseorang. Kita yang lemah dan berdosa, diangkatNya menjadi anakNya, menjadi serupa seperti Kristus. Pengangkatan harga diri kita yang dilakukan oleh Kristus inilah yang membuat Sang Bapa sedia menerima kita.
Kalau saja Allah di Sorga mau menerima kita yang lemah, tidakkah kita meneladani Kristus yang telah mengangkat kita? Ingat, tantangan keluarga zaman ini adalah mengajak anggota keluarga mempertahankan relasi, bukan harga diri. Justru dengan saling menghargai, termasuk menghargai yang lemah, hidup kita jadi berharga. Bisa jadi bukan di mata manusia, tetapi berharga di mata Dia, Allah yang telah merendahkan diriNya buat kita.
Kini giliran Si JARI TENGAH unjuk gigi. Ia menekankan EGOISME sebagai tantangan terberat zaman ini.
Si Jari Tengah berkata, “Coba semua jari berdiri. Siapa yang tertinggi dan ada di pusat dari semua? Tentulah aku.” Dengan rendah hati lalu dia melanjutkan pendapatnya, “Karena itulah aku takut, takut aku menjadi sombong dan takabur. Aku yang sengaja diciptakan paling tinggi di antara kalian dan aku yang diletakkan Tuhan di tengah-tengah dari semua anggota keluarga jari jemari, aku takut aku menjadi sombong. Sempat terlintas dalam pikiranku bahwa Allah sengaja melakukan itu karena memang akulah yang terbaik dan untuk itu patutlah aku dilindungi, diperhatikan, diistimewakan.
Saya teringat motto dari sebuah film yang menceritakan pengalaman hidup para penjaga pantai. Mereka setuju bahwa hidup mereka dipersembahkan agar orang-orang yang seharusnya mati di lautan bebas karena kecelakaan, memiliki kesempatan kedua untuk hidup kembali dengan pertolongan mereka. “…so the others may live.”
Apakah prinsip itu tersirat dalam benak kita sebagai anggota keluarga? Sebagai anggota masyarakat? Atau sebagai seorang yang dipakai dalam dunia kerja dan pelayanan kita?
Seorang ibu berkata pada temannya, “Kalau saya tidak berguna di tempat ini, masih banyak orang memerlukan saya.” Apa pesan dari kalimat ini? Seseorang perlu diakui keberadaannya, seseorang ingin menjadi penting dan berharga.
Kali ini Si Jari Tengah setuju dengan telunjuk. Apa yang membuat seseorang memaki-maki orang lain? Apa yang membuat seseorang mengundurkan diri dari sebuah kegiatan? Apa yang membuat seseorang mengacuhkan orang lain? kadangkala bukan hanya karena ia tidak mendapati penghargaan terhadap dirinya, tetapi juga karena egoisme diri.
Hati-hati, jangan-jangan egoisme juga telah menelusup dalam keluarga kita. Kita bekerja bukan karena merupakan kebutuhan, tetapi karena kita hobi bekerja dan mengejar sesuatu yang menjadi ambisi pribadi kita. Ironisnya, kita bekerja karena ingin melarikan diri dari keadaan keluarga.
Apa akibat dari egoisme? Menurut Mangunhardjana, membuat seseorang kehilangan penghargaan terhadap orang lain. Egoisme membuat orang lain sebagai alat atau objek untuk memenuhi kepentingan pribadi. Egoisme membuat seseorang tidak peka atau buta terhadap kebutuhan orang lain.
Apakah kita telah menjadikan anak-anak atau pasangan kita sebagai objek? Apakah kita mencium, bermain dan membelikan mainan buat anak-anak hanya untuk kepentingan kita? Atau kita sedang belajar peka terhadap kebutuhan mereka?
Tantangan egoisme zaman ini mengajak kita merefleksi ulang, apakah kita telah menjadi seorang anggota keluarga yang memperhatikan kebutuhan anggota keluarga yang lain? Jangan sampai kita buta, sebab di situlah keluarga kita sedang terancam keruntuhan dan kerusakan.
Lain halnya dengan SI JARI MANIS, menurutnya justru KESETIAAN PADA TUHAN merupakan tantangan terpopuler masa kini.
Kisah-kisah penyangkalan terhadap kesetiaan marak terdengar bukan hanya di masyarakat pada umumnya dalam dunia bisnis, politik maupun pendidikan. Namun ketidaksetiaan juga merebak di dalam keluarga-keluarga Kristen. ketidaksetiaan pada sesama itu dimulai dari ketidaksetiaan kita untuk mendengar dan melakukan firman Tuhan.
Ketidaksetiaan menjalani apa yang Tuhan kehendaki membuat kita semakin tidak peka akan tugas yang Tuhan berikan pada kita sebagai utusanNya. Hanya dimulai dari hal-hal yang sangat sepele. SMS (Short Message System) telah mencoba menggoda setiap orang untuk melunturkan kesetiaannya. Kata-kata manis yang membuat seseorang tersenyum sendirian, perhatian yang hanya singkat tetapi penuh makna, “Sudah makan belum?” menghancurkan dinding pemisah antar yang sudah terikat dengan para penggodanya.
Tidak heran anak-anak juga belajar untuk tidak setia. Mulai dari fleksibilitas orangtua dalam mengantar anak-anak mereka ke Sekolah Minggu atau Kebaktian Remaja. Ada yang menunjukkannya dengan cara terlambat datang, atau malah sekalian tidak hadir. Dilanjutkan dengan ketidaksetiaan menjadi pelaku firman.
Mari kita refleksikan ulang, apa yang sudah dengan setia kita jalani? Membaca firman Tuhan dengan setia? Sudahkah kita dengan setia berterimakasih pada Dia yang telah memberkati kita? Atau sudahkah kita dengan setia mengajarkan cinta Tuhan pada anak kita secara berulang-ulang?
Seorang pria menyarankan pada temannya untuk menyimpan cincin nikahnya jika ia bepergian. Bukan karena takut hilang atau diambil orang, tetapi supaya banyak orang tahu bahwa dia tidak terikat. Berbagai cara dapat juga kita lakukan untuk menunjukkan ketidaksetiaan. Dan sayangnya itu diperkuat dengan kepandaian kita membela diri.
Ironisnya, justru orang-orang yang tidak setia seringkali mendapatkan banyak keuntungan dari ketidaksetiaannya itu. Sebut saja orang-orang yang seringkali pindah pekerjaan. Atau orang-orang yang ditawari gaji tinggi oleh perusahaan kompetitor. Namun ada pertanyaan yang mudah-mudahan dapat sedikit memperbaiki kita, yaitu: janji setia apa yang sekarang hendak kita ucapkan di hadapan Tuhan dan keluarga kita? Penuhilah janji itu di masa mendatang dan ajaklah anggota keluarga kita juga belajar memegang janji setia mereka pada Tuhan dan pada keluarga.
SI KELINGKING kini berucap, mengakhiri diskusi dan makan malam keluarga jari jemari. Menurut SI KELINGKING tantangan yang tidak kalah pentingnya untuk diwaspadai adalah
PERHATIAN TERHADAP YANG TERKECIL. Si kelingking memang jarang dibicarakan. Ia begitu kecil dan kurang kuat untuk mengangkat sebuah kantong plastik belanjaan sekalipun belanjaan itu ringan. Namun itulah justru tantangan mereka sebagai anggota keluarga.
Seorang murid bertanya pada gurunya, “Manakah yang harus kami selamatkan jika kami harus menyelamatkan banyak orang di ambang kematian mereka, dengan adanya keterbatasan kami?” Lalu jawab guru itu, belalah mereka yang paling lemah dan paling membutuhkan pertolongan.
Guru itu rupanya memiliki prinsip Kristiani. Untuk itulah Yesus datang ke dunia dan untuk itulah Dia mengutus kita. Agar yang lemah menjadi kuat, yang kecil diperhatikan, yang miskin berkata kukaya. Dia datang melalui kita, untuk menguatkan orang lain, memperhatikan orang lain, menghibur yang berduka.
Siapa yang paling kecil dalam keluarga kita? Perhatikanlah dia dan ajaklah dia memperhatikan mereka yang juga kecil dan membutuhkan perhatian.
Inilah hasil kesimpulan bincang-bincang para jari. Terakhir, sebelum mereka menutup pertemuan itu,
“Ada satu yang kurang kata mereka, coba kita bersama-sama menundukkan tubuh kita. ada sebuah simbol yang dapat disalahartikan. Kepalan seluruh jari dapat berarti sebuah pembalasan. Tetapi kepalan semua jari dapat juga berarti semangat bersama untuk mewujudkan hal baik. Itulah tantangan keluarga kita,” menurut para jari.
Lalu apa solusi dari semua tantangan itu? Sekarang mereka mulai membuka mata keluar dari kumpulan keluarga kecil mereka. “Lihat, ternyata masih ada keluarga lain di sebelah kita. Mereka sama-sama jari tangan. Ada jempol, telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking.”
“O, itu bukan keluarga kita,” sahut si jempol.
“E… e… e… baru saja kita bicarakan bagaimana sulitnya melepaskan egoisme, harga diri dan persaingan,” tiba-tiba dengan berani di jari tengah menyanggah.
“Maaf, saya terbawa emosi. Apakah berarti kita harus menyatukan kedua keluarga besar ini?” tanya si Jempol.
“benar!” jawab Si Telunjuk.
“Kita satukan keluarga kita dengan mereka sambil berpelukan. Sebab saat kita berpelukan, kita semakin erat. Kita bahkan dapat membisikkan kata-kata doa yang kita perlukan agar kita diberi kesanggupan menghadapi tantangan zaman yang berat ini,” lanjut Si Telunjuk dengan semangat.
“Kalau begitu, tunggu apa lagi? Sekaranglah waktunya. Mari kita berpelukan! Maksudnya… berdoa!” jawab jempol sambil berlari memeluk jari jemari lain di seberang mereka.
“Oh Tuhan terima kasih, akhirnya keluarga besar itu menyatu mencari Engkaulah sebagai satu-satunya sumber kuat mereka menghadapi tantangan zaman ini. Ingatkan mereka terus, ya Tuhan!”