Dua ekor burung bernama cicit dan cuit memutuskan untuk membuat sarang pada cabang-cabang pohon cemara. Hari demi hari mereka mencari rerumputan kering kemudian dengan menjepit rumput-rumput itu di paruh, mereka mengantarnya ke cabang pohon cemara. Kedua burung itu bekerja keras, mematuk, menarik, dan merangkai. Tak lama kemudian terciptalah sebuah sarang yang cukup besar dan nyaman. Di situlah mereka tinggal selama berbulan-bulan. Mereka tidur, bercanda, bahkan bertelur di sarang itu, sehingga rasanya sarang itu sudah menjadi bagian hidup mereka.
Suatu hari seorang petani menebang pohon cemara tersebut. Kedua burung yang sudah berbulan-bulan lamanya tinggal di pohon itu terpaksa harus terbang meninggalkan sarang mereka. Beberapa butir telur menggelinding dan akhirnya pecah. Tak jauh dari situ, sambil bertengger di sebuah rantai kering, cicit dan cuit mengamati semua yang terjadi. Cicit berkata sambil menangis : "Oh sarangku, oh telurku... aku sudah kehilangan segalanya, di mana lagi akan kudapatkan cemara kokoh untuk membangun sarangku." Cicit nampak sangat bersedih dan ia terus menangis sepanjang hari. Melihat kesediahan temannya, cuit berusaha menghibur : "Tenang saja kawan, tak perlu risau. Kita masih bisa mencari tempat lain dan kita akan membangun sarang yang baru di sana." Namun, cicit terus maratapi nasibnya dan tidak mau beranjak dari ranting kering di mana ia bertengger. Merasa percuma membujuk temannya, cuit meninggalkan cicit dan terbang mencari pohon lain di mana ia bisa membangun sarang yang baru. Sedangkan cicit masih tetap bertengger di ranting kering sambil meratapi nasibnya.
Panas, hujan, dan angin datang silih berganti, tetapi cicit tetap tinggal di ranting kering dalam kesedihan. Lama-kelamaan karena tidak lagi peduli dengan dirinya, cicit mati di ranting kering itu. Berbeda dengan nasib cicit, cuit yang memutuskan untuk pergi mencari pohon lain kini sudah menemukan tempat tinggal yang baru. Ia membangun sarangnya di sebuah pohon beringin yang sangat rindang dan kokoh serta bertelur dan beranak pinak di sana.
Kehidupan tidak pernah menjanjikan sesuatu yang abadi. Banyak hal yang dapat berubah dan tidak berjalan seperti yang kita harapkan. Janganlah terperangkap dalam kesedihan dan penyesalan karena kenangan indah atau kejayaan yang pernah kita raih. Tuhan mengajar kita untuk dapat menghadapi segala situasi dan keluar sebagai pemenang. Jangan meratap ketika "sarang" kita dibongkar. Percayalah bahwa tangan Tuhan selalu terulur dan siap mengangkat kita kembali. Tidak ada kekalahan bagi orang yang menaruh harapan serta percayanya kepada Tuhan. Ketika "sarang"nya dibongkar, ia akan terbang mencari tempat lain dan membangun "sarang" baru yang lebih baik. Bukankah Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang percaya kepadaNya? Ketika jatuh, tanganNya akan menopang kita.
Suatu hari seorang petani menebang pohon cemara tersebut. Kedua burung yang sudah berbulan-bulan lamanya tinggal di pohon itu terpaksa harus terbang meninggalkan sarang mereka. Beberapa butir telur menggelinding dan akhirnya pecah. Tak jauh dari situ, sambil bertengger di sebuah rantai kering, cicit dan cuit mengamati semua yang terjadi. Cicit berkata sambil menangis : "Oh sarangku, oh telurku... aku sudah kehilangan segalanya, di mana lagi akan kudapatkan cemara kokoh untuk membangun sarangku." Cicit nampak sangat bersedih dan ia terus menangis sepanjang hari. Melihat kesediahan temannya, cuit berusaha menghibur : "Tenang saja kawan, tak perlu risau. Kita masih bisa mencari tempat lain dan kita akan membangun sarang yang baru di sana." Namun, cicit terus maratapi nasibnya dan tidak mau beranjak dari ranting kering di mana ia bertengger. Merasa percuma membujuk temannya, cuit meninggalkan cicit dan terbang mencari pohon lain di mana ia bisa membangun sarang yang baru. Sedangkan cicit masih tetap bertengger di ranting kering sambil meratapi nasibnya.
Panas, hujan, dan angin datang silih berganti, tetapi cicit tetap tinggal di ranting kering dalam kesedihan. Lama-kelamaan karena tidak lagi peduli dengan dirinya, cicit mati di ranting kering itu. Berbeda dengan nasib cicit, cuit yang memutuskan untuk pergi mencari pohon lain kini sudah menemukan tempat tinggal yang baru. Ia membangun sarangnya di sebuah pohon beringin yang sangat rindang dan kokoh serta bertelur dan beranak pinak di sana.
Kehidupan tidak pernah menjanjikan sesuatu yang abadi. Banyak hal yang dapat berubah dan tidak berjalan seperti yang kita harapkan. Janganlah terperangkap dalam kesedihan dan penyesalan karena kenangan indah atau kejayaan yang pernah kita raih. Tuhan mengajar kita untuk dapat menghadapi segala situasi dan keluar sebagai pemenang. Jangan meratap ketika "sarang" kita dibongkar. Percayalah bahwa tangan Tuhan selalu terulur dan siap mengangkat kita kembali. Tidak ada kekalahan bagi orang yang menaruh harapan serta percayanya kepada Tuhan. Ketika "sarang"nya dibongkar, ia akan terbang mencari tempat lain dan membangun "sarang" baru yang lebih baik. Bukankah Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang percaya kepadaNya? Ketika jatuh, tanganNya akan menopang kita.