Rabu, 25 Januari 2012

inpirasi - illustrasi......

5 MONYET…..

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh para profesor di USA, ada 2 ekor monyet yang dimasukkan ke dalam satu ruangan kosong secara bersama-2. Kita sebut saja monyet tersebut Monyet A dan B. Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah tiang, dan diatas tiang tersebut nampak beberapa pisang yang sudah matang. Apa yang akan dilakukan oleh 2 monyet tersebut menurut anda ?

Setelah membiasakan diri dengan keadaan lingkungan di dalam ruangan tersebut, mereka mulai mencoba meraih pisang-2 tersebut. Monyet A yang mula-2 mencoba mendaki tiang. Begitu monyet A berada di tengah tiang, sang profesor menyemprotkan air kepadanya, sehingga terpleset dan jatuh. Monyet A mencoba lagi, dan disemprot, jatuh lagi, demikian berkali-2 sampai akhirnya monyet A menyerah. Giliran berikutnya monyet B yang mencoba, mengalami kejadian serupa, dan akhirnya menyerah pula.


Berikutnya ke dalam ruangan dimasukkan monyet C. Yang menarik adalah, para profesor tidak akan lagi menyemprot para monyet jika mereka naik. Begitu si monyet C mulai menyentuh tiang, dia langsung ditarik oleh monyet A dan B. Mereka berusaha mencegah, agar monyet C tidak mengalami `kesialan’ seperti mereka. Karena dicegah terus dan diberi nasehat tentang bahayanya bila mencoba memanjat keatas, monyet C akhirnya takut juga dan tidak pernah memanjat lagi.

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh para profesor adalah mengeluarkan monyet A dan B, serta memasukkan monyet D dan E. Sama seperti monyet-2 sebelumnya, monyet D dan E juga tertarik dengan pisang diatas tiang dan mencoba memanjatnya. Monyet C secara spontan langsung mencegah keduanya agar tidak naik. “Hai, mengapa kami tidak boleh naik ?” protes keduanya”.

Ada teman-2 yang memberitahu saya, bahwa naik ke atas itu berbahaya. Saya juga tidak tahu, ada apa di atas, tapi lebih baik cari aman saja, jangan keatas deh” jelas monyet C.

Monyet D percaya dan tidak berani naik, tapi tidak demikian dengan monyet E yang memang bandel. “Saya ingin tahu, bahaya seperti apa sih, yang ada di atas … Dan kalau ada bahaya, masak iya saya tidak bisa menghindarinya ?” tegas monyet E. Walaupun sudah dicegah oleh monyet C dan D, monyet E nekad naik …

Dan karena memang sudah tidak disemprot lagi, monyet E bisa meraih pisang yang d iinginkannya…..

Berkorban itu indah

Musim hujan sudah berlangsung selama dua bulan sehingga di mana-mana pepohonan tampak menjadi hijau. Seekor ulat menyeruak di antara daun-daun hijau yang bergoyang-goyang diterpa angin.

“Apa kabar daun hijau!!!” katanya. Tersentak daun hijau menoleh ke arah suara yang datang.

“Oo, kamu ulat. Badanmu kelihatan kecil dan kurus, mengapa?” tanya daun hijau.

“Aku hampir tidak mendapatkan dedaunan untuk makananku. Bisakah engkau membantuku sobat?” kata ulat kecil.

“Tentu … tentu … mendekatlah ke mari.”

Daun hijau berpikir, jika aku memberikan sedikit dari tubuhku ini untuk makanan si ulat, aku akan tetap hijau, hanya saja aku akan kelihatan belobang-lobang, tapi tak apalah.

Perlahan-lahan ulat menggerakkan tubuhnya menuju daun hijau. Setelah makan dengan kenyang, ulat berterima kasih kepada daun hijau yang telah merelakan bagian tubuhnya menjadi makanan si ulat. Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada sahabat yang penuh kasih dan pengorbanan itu, ada rasa puas di dalam diri daun hijau. Sekalipun tubuhnya kini berlobang di sana sini, namun ia bahagia bisa melakukan bagi ulat kecil yang lapar.

Tidak lama berselang ketika musim panas datang, daun hijau menjadi kering dan berubah warna. Akhirnya ia jatuh ke tanah, disapu orang dan dibakar.

Apa yang terlalu berarti di dalam hidup kita sehingga kita enggan berkorban sedikit saja bagi sesama? Toh akhirnya semua yang ada akan mati. Daun hijau yang baik mewakili orang-orang yang masih mempunyai “hati” bagi sesamanya.

Yang tidak menutup mata ketika melihat sesamanya dalam kesulitan. Yang tidak membelakangi dan seolah-olah tidak mendengar ketika sesamanya berteriak minta tolong.

Ia rela melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain dan sejenak mengabaikan kepentingan diri sendiri. Merelakan kesenangan dan kepentingan diri sendiri bagi sesama memang tidak mudah, tetapi indah.

Ketika berkorban, diri kita sendiri menjadi seperti daun yang berlobang, namun itu sebenarnya tidak mempengaruhi hidup kita. Kita akan tetap hijau, Allah akan tetap memberkati dan memelihara kita.

Bagi “daun hijau”, berkorban merupakan satu hal yang mengesankan dan terasa indah serta memuaskan. Dia bahagia melihat sesamanya bisa tersenyum karena pengorbanan yang ia lakukan. Ia juga melakukannya karena menyadari bahwa ia tidak akan selamanya tinggal sebagai daun hijau. Suatu hari ia akan kering dan jatuh.

Demikianlah hidup kita, hidup ini hanya sementara kemudian kita akan mati. Itu sebabnya isilah hidup ini dengan perbuatan-perbuatan baik: kasih, pengorbanan, pengertian, kesetiaan, kesabaran dan kerendahan hati.

Jadikanlah berkorban itu sebagai sesuatu yang menyenangkan dan membawa sukacita tersendiri bagi anda. Dalam banyak hal kita bisa berkorban.

Mendahulukan kepentingan sesama, melakukan sesuatu bagi mereka, memberikan apa yang kita punyai dan masih banyak lagi pengorbanan yang bisa dilakukan. Jangan lupa bahwa kita pernah menerima pengorbanan yang tiada taranya dari Yesus hingga kita bisa diselamatkan seperti sekarang ini. ***

SI BUTA …..TABRAK SIBUTA…..

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok." Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.


Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!" Si buta tertegun.... Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta."

Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?" Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama." Senyap sejenak... secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya...," sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka."

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.***

MIMI SI…………

Ada seorang gadis kecil bernama Mimi. Suatu hari ketika pergi ke sekolah, teman-teman kelasnya berteriak mengganggu dan mengolok-oloknya dengan berkata: ‘Hei mimi gembrot.’ Tentu saja Mimi mencucurkan air mata kesedihan karena ia tak tahan menerima perlakuan tak bersahabat dari teman-temanya itu. Namun ia tak pernah membalas dendam. Ia cuman membalas olokan tersebut dengan senyuman khasnya.


Setelah lewat beberapa waktu, keajaiban terjadi. Teman-temannya berhenti mengoloknya. Dengan rasa agak malu Mimi bertanya mengapa mereka tidak lagi mengoloknya.Mereka menjawab: 'Kami menemukan bahwa engkau adalah orang yang ramah dan tetap bermurah hati walaupun diperolok oleh orang lain.

Padahal teman kelas kita yang lain sudah naik pitam dan marah-marah ketika kami mengolok mereka dengan olokan yang sama.'Teman-temannya itu dengan nada penyesalan serta dengan agak cemas bertanya: 'Bolehkah kita tetap menjadi teman yang baik?'Sambil melonjat gembira Mimi menjawab: 'Tentu saja!!!'

Sejak itu Mimi bersama teman-teman yang suka mengoloknya itu menjadi teman yang sangat akrab.
Jangan pernah menilai orang lain dengan bertolak dari penampakan lahiriahnya.

PELAJARAN YANG KU DAPATKAN SAAT BERSAMA KAKEK

Tante memberiku sebuah tugas, yaitu membawa kakek ku jalan-jalan. Aku tak dapat jalan terlalu cepat, karena kakekku sudah tua dan bongkok . Setiap kali hanya beralih sedemikian sedikit. Aku mendesa, tdk sabar, sebentar2 menoleh , Kakek memandangku dengan pandangan meminta-maaf, serasa berkata : "Aku sudah berusaha dengan segenap tenaga !"


Aku ingin menariknya, menyeret, bahkan mengendongnya, kakek mengucurkan keringat, nafas tersengal-sengal, bahkan mala berhenti minta istirahat. Sungguh aneh, mengapa Tante memintaku menemani kakek berjalan-jalan. Ya Tuhan! Mengapa ? Langit sunyi-senyap.

Oh? Tiba-tiba tercium aroma bunga, ternyata ini adalah sebuah taman bunga. Aku rasakan hembusan sepoi angin, ternyata angin malam demikian lembut. Ada lagi! Aku dengar suara kicau burung, suara dengung cacing. Aku lihat langit penuh bintang cemerlang. Oh? Mengapa dulu tidak rasakan semua ini ?Barulah aku teringat, mungkin aku telah salah menduga!

Ternyata Tante meminta menemani kakek jalan-jalan sehingga aku dapat mamahami dan merasakan keindahan taman ini yang tak pernah kualami kalo aku berjalan sendiri dengan cepatnya. Saat bertemu dengan orang yang benar-benar engkau kasihi, haruslah berusaha memperoleh kesempatan untuk bersamanya seumur hidupmu. Karena ketika dia telah pergi, segalanya telah terlambat.


Saat bertemu teman yang dapat dipercaya, rukunlah bersamanya.

Karena seumur hidup manusia, teman sejati tak mudah ditemukan.


Saat bertemu penolongmu, ingat untuk bersyukur padanya.

Karena ialah yang mengubah hidupmu.

Saat bertemu orang yang pernah kau cintai, ingatlah dengan tersenyum untuk berterima-kasih.

Karena ialah orang yang membuatmu lebih mengerti tentang kasih.


Saat bertemu orang yang pernah kau benci, sapalah dengan tersenyum.

Karena ia membuatmu semakin teguh / kuat.


Saat bertemu orang yang pernah mengkhianatimu, baik-baiklah berbincanglah dengannya.

Karena jika bukan karena dia, hari ini engkau tak memahami dunia ini.


Saat bertemu orang yang pernah diam-diam kau cintai, berkatilah dia.

Karena saat kau mencintainya, bukankah berharap ia bahagia ?


Saat bertemu orang yang tergesa-gesa meninggalkanmu, berterima-kasihlah bahwa ia pernah ada dalam hidupmu.

Karena ia adalah bagian dari nostalgiamu.


Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu, gunakan saat tersebut untuk menjelaskannaya. Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan.


Saat bertemu orang yang saat ini menemanimu seumur hidup, berterima-kasihlah sepenuhnya bahwa ia mencintaimu.

Karena saat ini kalian mendapatkan kebahagiaan dan cinta sejati.

4 OBAT MUJARAB …..

Seorang anak muda. Ia telah berusaha memberikan dasar yang kokoh bagi keluarganya. Namun ia menemukan kekosongan di dasar sanubarinya. Ia dilanda kecemasan dan kehilangan arah hidup. Semakin hari situasinya semakin parah. Ia memutuskan untuk pergi ke dokter sebelum menjadi amat terlambat.


Setelah mendengarkan keluhannya, dokter memberikan 4 bungkus obat sambil berpesan; “Besok pagi sebelum jam 9 pagi engkau harus menuju pantai seorang diri sambil membawa ke 4 bungkus obat ini. Jangan membawa buku atau majalah. Juga jangan membawa radio atau tape. Di pantai nanti anda membuka bungkusan obat sesuai dengan waktu yang tercatat pada bungkusannya, yakni pada jam 9, jam 12 belas, jam 3 dan jam 5. Dengan mengikuti resep yang ada di dalamnya aku yakin penyakitmu akan sembuh.”

Orang tersebut berada di antara percaya dan ragu akan resep yang diberikan dokter. Namun demikian pada hari berikutnya ia pergi juga ke pantai. Begitu tiba di pesisir pantai di pagi hari, sementara matahari pagi mulai muncul di ufuk timur dan laut biru memantulkan kembali sinarnya yang merah keemasan itu, sambil deru ombak datang silih berganti, hatinya dipenuhi kegembiraan yang amat dalam.


Tepat jam 9, ia membuka bungkusan obat yang pertama. Tapi tak ia dapati obat didalamnya, cuma secarik kertas dengan tulisan: “Dengarlah”. Aneh bin ajaib, orang tersebut patuh pada apa yang diperintahkan. Ia lalu duduk tenang mendengarkan desiran angin pantai serta deburan gelombang yang memecah bibir pantai. Ia bahkan secara perlahan-lahan mampu mendengarkan setiap detak jantungnya sendiri yang menyatu dengan melodi musik alam di pantai itu. Telah begitu lama ia tak pernah duduk dan menjadi sungguh tenang seperti hari ini. Ia terlampau sibuk dengan usahanya. Saat ini ia merasa seakan-akan jiwanya dibasuh bersih.


Jam 12 tepat. Ia membuka bungkusan obat yang kedua. Tentu seperti halnya bungkusan yang pertama, tak ada obat yang didapati kecuali selembar kertas bertulis, “Mengingat”. Ia beralih dari mendengarkan musik pantai yang indah dan nyaman itu dan perlahan-lahan mengingat setiap jejak langkahnya sendiri sejak kanak-kanak. Ia mengingat masa-masa sekolahnya dulu, mengingat kedua orang tuanya yang senantiasa memancarkan kasih di wajah mereka. Ia juga mengingat semua teman yang ia cintai dan tentu juga mencintainya. Ia merasakan ada segumpal kekuatan dan kehangatan hidup memancar dari dasar batinnya.


Ketika ia membuka bungkusan ketiga saat waktu menunjukan jam 3 tepat, ia menemukan secaraik kertas dengan tulisan: “Menimbang dan menilai motivasi.” Ia memejamkam mata, memusatkan perhatiannya untuk menilai kembali niat pertama ketika ia membangun usahanya. Saat itu yang menjadi inspirasi utama ia membuka usahanya adalah secara gigih bekerja untuk melayani kebutuhan sesamanya. Namun ketika usahanya kini telah memperoleh bentuknya, ia lupa hal ini dan hanya berpikir tentang keuntungan yang bakal diperoleh. Keuntungan kini menjadi penguasa dirinya, ia telah berubah menjadi manusia yang egoistis, serta lupa memperhatikan nasib orang lain. Ia kini seakan telah mampu melihat akar penyakitnya sendiri, ia menemukan alasan yang senantiasa membuatnya cemas.

Ketika matahari telah hilang dan bentangan laut berubah merah, ia membuka bungkusan obatnya yang terakhir. Di sana tertulis: “ Tulislah segala kecemasanmu di bibir pantai.” Ia menuju bibir pantai, lalu menuliskan kata “cemas”. Ombak datang serentak dan menghapus apa yang baru dituliskannya. Bibir pantai seakan disapu bersih, kata “cemas” yang baru ditulisnya hilang ditelan ombak.


mungkin anda sedang mengalami kecemasan… didalam hati mu – hidup mu , ada Tuhan, ada Firman, ada Roh Kudus, yang akan memimpinmu - minta lah Roh kudus memenuhi hidup mu dan jadikan Tuhan Yesus sang motivator dalam hidupmu.

Mari kita menuliskan setiap beban dan kecemasan kita di atas salib kematian Yesus; Salib yang memberikan kekuatan. Sebab Ia sendiri pernah berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28).

KISAH PENGADUK BESI dan GARAM

Seorang pemulung berjalan-jalan ditengah tumpukan sampah. Di tengah-tengah sampah tersebut ia menemukan sebuah pengaduk besi yang sudah tua dan berkarat. Sang pemulung kemudian memungut pengaduk besi tersebut dan kemudian meletakkannya di dalam tasnya. Kemudian ia pun berjalan lagi dan di dekat tempat ia menemukan pengaduk besi tadi, ia menemukan sebongkah garam dapur yang sudah sangat kotor. Garam tersebut kemudian ia pungut dan ia masukkan ke dalam tasnya juga. Di dalam tas si pemulung tersebut, garam dan pengaduk besi menjadi akrab. Mereka saling mengenal dan mengasihi satu sama lain, saling berbagi rasa, dan saling sharing tentang perjalanan mereka selama ini.


Sesampainya di rumah, si pemulung mengamplas pengaduk besi yang ia temukan tadi sehingga mengkilap kemudian melumurinya dengan minyak dan meletakkannya di tempat perkakasnya. Sedangkan bongkahan garam dapur yang ia temukan ia bersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel padanya kemudian mencucinya sebentar dan meletakkannya di tempat bumbu dapur.

Pengaduk besi dan garam dapur sangat bersedih hati. Mereka yang sudah akrab merasa dipisahkan oleh si pemulung. Mereka menganggap si pemulung kejam karena telah memisahkan mereka. Dan mereka pun sepakat akan protes kepada si pemulung.

Akhirnya si pemulung mendengar protes kedua benda tersebut. Besi berkata “Tuanku, mengapa engkau memisahkan aku dari garam dapur. Ia sahabat sejatiku.” Garam dapur pun protes serupa : “Tidakkah sangat kejam tuan. Aku menyayangi pengaduk besi sahabatku. Mengapa engkau memisahkan kami ?”

Si pemulung menjawab mereka : “Hei pengaduk besi dan garam dapur. Tidak tahukah kalian bahwa jika kalian bersatu terlalu lama akan merusakkan satu sama lain. Tidak tahukah kalian bahwa garam dapur akan larut oleh uap air dan membentuk air garam. Air garam dapat bereaksi dengan besi dan menimbulkan karat kemudian karat itu akan mengotori kalian semuanya. Aku akan menyatukan kalian lagi saat aku memasak, kemudian aku akan membersihkan kalian lagi.”

Renungan:
Kisah garam dapur dan pengaduk besi ini adalah kisah perumpamaan tentang kehidupan kita sehari-hari. Mungkin kita merasa Tuhan sangat kejam kepada kita karena permohonan kita dalam doa tidak terkabul atau mungkin kita ditinggalkan oleh seorang yang kita kasihi. Tetapi ingatlah teman-teman bahwa pikiran kita sangat terbatas. Kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi jika permohonan kita dikabulkan Tuhan. Hanya Tuhan yang mengetahui hal yang terbaik bagi kita.

TEMPATKAN IMAN DI HIDUPMU

Sebuah paduan suara ingin mempersembahkan beberapa lagu. Mereka semua sudah berdiri rapi di atas panggung menantikan saat mulai bernyanyi. Namun pemimpin paduan suara tersebut tak bisa memulai karena hampir setiap orang yang ada dalam ruangan tersebut membuka mulut berbicara tanpa rela mendengarkan orang lain. Ruangan penuh dengan kegaduhan.

Pemimpin paduan suara tersebut memegang microphone dan berkata, ”Saudara-saudari hadirin yang terkasih; Seorang pelukis menempatkan indahnya sebuah lukisan pada secarik kertas. Sedangkan musikus menempatkan pesona alunan musik pada keheningan. Sekarang Kami akan mempersembahkan alunan musik buat anda sekalian, namun anda diminta untuk memberikan kami keheningan.”

Sungguh kata-kata yang mujarab. Hadirin semuanya perlahan diam memberikan keheningan yang amat dibutuhkan bagi terciptanya alunan musik.


Iman tak hanya harus ditempatkan di bibir, tapi lebih dari itu, iman harus ditempatkan dalam hidup kita yang nyata setiap hari.

3 ORANG BIJAK

Pada suatu hari seorang bijak berkata pada 3 muridnya. Alam Dunia ini gelap gulita, tetapi alam akhirat itu terang benderang, tentu saja hal ini membuat 3 muridnya menjadi bingung, dan bertanya apa maksud dari pernyataan tersebut.


Dengan bijak dia mengajak 3 muridnya ke sebuah mulut gua dan memberikan 1 karung kosong pada tiap2 muridnya, lalu menyuruh mereka masuk ke dalam gua yang gelap dan mengambil kerikil sebanyak dan semampu mereka.

· Murid pertama yang taat dan saleh segera memasuki gua tersebut dan mengisi karungnya dengan kerikil hingga penuh, dengan susah payah dia panggul karung berisi kerikil menuju keluar gua,

· Murid kedua pada mulanya mengisi penuh karungnya tetapi karena merasa keberatan dia membuang setengah kerikilnya pada saat menuju keluar gua,

· sedang murid ketiga tidak mengisi apapun ke dalam karungnya karena menurutnya konyol dan membuang tenaga.

Lalu tibalah mereka bertiga dihadapan orang bijak yang menunggu di mulut gua, "Bukalah karung kalian" kata orang bijak, dan ketika dibuka ternyata karung tersebut berisi emas.

Betapa gembiranya murid pertama yang taat, karena membawa sekarung emas, dan penyesalan pada murid kedua karena membuang emas pada saat menuju keluar gua, dan terlebih menyesal lagi pada murid ketiga yang tidak membawa emas sedikitpun.

Lalu berkata orang bijak itu " murid2 ku sekarang kalian mengerti kenapa aku bilang jika alam dunia itu gelap dan alam akhirat itu terang, emas yang kalian bawa adalah mahkota2 kebaikan yang akan kalian bawa kelak di alam akhirat, maka berbuat baiklah di dunia yang gelap karena sesunguhnya amal dan perbuatan baik kalian mendapat upah….