Pada suatu waktu di Cina
hiduplah seorang pria muda bernama Chang. Ia cerdas dan tulus. Lebih
dari segalanya, ia mencintai bunga. Tidak ada yang lebih
menyenangkannya daripada melihat bunga lilac, lili, dan peony ketika
mereka mekar di musim semi.
Di musim dingin ia
menanti-nantikan munculnya bunga narcissus yang indah. Ia tidak bisa
memilih sebuah bunga favorit, karena ia menyukai bunga morning glory
dan evening glory, bunga delima, bunga peach, dan bunga teratai yang
mengapung di kolam. Ia menikmati bunga mawar yang wangi, seruni yang
kokoh, dan dahlia yang menakjubkan.
Chang mengagumi kaisar,
karena ia pernah mendengar bahwa kaisar juga mencintai bunga dan
mengawasi kebun indah di taman istana. Sekarang kaisar sudah berusia
lanjut. Ia tidak mempunyai putera, sehingga ia tidak mempunyai calon
penggantinya. Selama bertahun-tahun ia memikirkan cara memilih seorang
pria yang bisa ia angkat sebagai kaisar berikutnya.
Pada suatu hari di awal
musim semi ketika ia berjalan-jalan di tamannya, ia mendapat gagasan
yang sangat bagus. Hari berikutnya, kaisar mengumumkan kepada semua
pria muda di negeri itu bahwa di akhir minggu ia akan memberikan
biji-biji kepada siapapun yang ingin menanam bunga.
Kaisar mengatakan, “Siapapun yang menumbuhkan bunga
terindah yang dibawa ke hadapanku akan menjadi penggantiku.”
Ketika Chan mendengar
berita itu, ia mengisi sebuah pot biru terang dengan lumut dan kompos,
tanah subur dan pasir. Puas bahwa tanahnya subur dan lembab, ia
membawanya ke istana. Di sana ia berdiri di dalam antrian bersama
ratusan orang lain. Setiap pria muda memegang sebuah pot: ada yang
besar, ada yang kecil, ada yang bulat, ada yang tinggi, ada yang
ramping. Setiap orang menerima sebuah biji dari tangan kaisar sendiri.
Chang menekan biji itu
ke dalam tanah di pot dan dengan berhati-hati menutupnya dengan kain
tipis untuk menjaganya agar tetap hangat. Kemudian ia bergegas pulang.
Di rumah, Chang memelihara biji dari kaisar itu dengan pengabdian yang
sama seperti yang ia berikan ke semua tanamannya. Ia berhati-hati untuk
tidak memberi terlalu banyak atau terlalu sedikit air. Pada saat yang
tepat ia memberi pupuk, dan sangat berhati-hati dalam melindunginya
dari serangga, debu dan jamur, seperti semua tanaman lainnya.
Berbulan-bulan berlalu,
tanaman lainnya telah menembus tanah dan mulai tumbuh, tetapi Chang
kecewa karena tida ada tunas yang tumbuh di pot birunya.
“Ini aneh,” katanya.
“Mungkin biji ini tidak membutuhkan banyak matahari.” Jadi, ia
memindahkan pot ke ruangan lain, tetapi juga tidak terjadi apapun.
“Mungkin ruangan ini terlalu dingin,” katanya, dan ia memindahkan pot
birunya ke ruangan yang lebih hangat. Masih juga tak terjadi apapun.
Sekarang waktu untuk menghadap kaisar sudah mendekat, dan pot biru Chang
masih kosong. Setiap kali memandanginya, ia dipenuhi rasa putus asa. “Apa yang salah?” pikirnya.
Ia mengunjungi setiap
ahli perkebunan yang ia kenal, dan kepada setiap orang menceritakan
kisah bijinya. Mereka semua menggelengkan kepala. Tak ada yang tahu
dimana letak kesalahannya.
Beberapa orang mengatakan bahwa jelas ia tidak dimaksudkan untuk
menjadi kaisar. Beberapa orang lainnya mengatakan ia harus menambah
tanah, atau
menambah air, atau mengurangi pupuk. Beberapa orang lain mengatakan
untuk melupakan keinginannya menjadi kaisar.
Tetapi orang tua Chang
mendengarkan kekuatiran anaknya dan hanya tersenyum. “Jangan kuatir,
nak. Kamu sudah melakukan hal yang terbaik,” kata orang tua yang
bijaksana itu. “Hanya itu yang dapat kau lakukan.”
“Tetapi aku telah
gagal,” keluh Chang ketika memandangi tanah kosong di potnya. “Sudah
waktunya untuk menemui kaisar, dan aku sudah mengecewakannya.”
“Katakan saja apa yang telah terjadi,” kata ayahnya. “Kewajibanmu hanyalah mengatakan kebenaran.”
Pada hari yang telah
ditentukan beberapa waktu kemudian, dengan hati putus asa karena
kecewa, Chan berjalan ke istana. Ketika tiba, airmatanya mengalir,
karena di depannya, lautan pria muda berdiri, masing-masing memegang
bunga yang lebih indah dari pada orang di depannya. Bunga-bunga anggrek
yang anggun, bunga lili yang halus, bunga peony yang berwarna-warni.
Pemiliknya memeganginya
dengan bangga. “Lihat punyaku!” teriak mereka sambil memegangi
tanamannya tinggi-tinggi, ketika kaisar berjalan melewati kerumunan.
Ia mengangguk senang
sambil berlalu, memperhatikan bunga bell, bunga forget-me-not, bunga
foxglove, bunga dari setiap warna pelangi. Chang belum pernah melihat
pemandangan yang begitu indah, dan kesedihannya menguap untuk sementara
waktu ketika ia menghirup aroma bunga-bungaan dan
mengagumi ukuran dan bentuk bervariasi dari bunga-bunga itu. Akhirnya
kaisar sampai juga di hadapan Chang.
Chang membungkukkan kepalanya. “Dimana bungamu, pria muda?” tanya kaisar.
Chang melihat cahaya di
mata kaisar yang membuatnya terkejut. “Baginda, hamba telah
mengecewakan baginda,” katanya dengan sedih. “Hamba telah merawat biji
yang baginda berikan, tetapi seperti baginda lihat, hamba tak mampu
menumbuhkan bunga untuk baginda. Hamba berharap baginda memaafkan
hamba.”
Tetapi wajah kaisar
bersinar dengan senyum yang lebih cerah dari pada semua bunga yang ada
di sekelilingnya. “Kamulah penggantiku,” kata kaisar menggenggam tangan
Chang.
“Tetapi, baginda, hamba adalah satu-satunya orang yang gagal"
Kaisar menggelengkan
kepalanya. “Sebaliknya,” jelasnya, “Kamu tahu, aku telah merebus
biji-biji ini sebelum aku membagikannya. Tidak satupun dari biji-biji
itu yang akan tumbuh, tetapi semua orang muda lain begitu menginginkan
kedudukanku sehingga mereka hanya ingin menyenangkan aku dengan
keindahan bunga mereka dan dengan demikian mereka berharap mendapatkan
tahtaku. Mereka tidak peduli pada kejujuran, pada kebenaran. Hanya kamu
yang telah membuktikan bahwa kamu adalah pemimpin yang layak.”
Dan begitulah, pria muda dengan pot kosong itu menjadi pengganti kaisar Cina.