Kekuatan Cinta
Air yang banyak tak dapat memadamkan
cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. (Kidung Agung 8:7a)
Robertson McQuilkin mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai rektor Universitas Internasional Columbia demi merawat
Muriel, istrinya yang mengalami alzheimer (gangguan fungsi otak). Muriel
sudah tidak bisa apa-apa—untuk makan, mandi, dan buang air pun harus dibantu.
Pada 14 Februari 1995, merayakan 47 tahun ia melamar Muriel, Robertson
memandikan Muriel dan menyiapkan makan malam kesukaannya. Menjelang tidur, ia
mencium Muriel, menggenggam tangannya, dan berdoa, "Bapa Surgawi, jagalah
kekasih hatiku ini sepanjang malam, biarlah ia mendengar nyanyian
malaikat-Mu."
Paginya ketika Robertson sedang
berolahraga dengan sepeda statis, Muriel terbangun. Ia tersenyum ke arah
Robertson. Dan untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan tidak dapat
berbicara, Muriel memanggil Robertson dengan lembut, "Sayangku.…”
Robertson terlompat dari sepeda. Ia memeluk Muriel. "Sayangku, kamu
benar-benar mencintaiku?" tanya Muriel lirih. Robertson mengangguk dan
tersenyum. "Aku bahagia." Itulah kata-kata terakhir Muriel sebelum
meninggal.
Alangkah indah relasi yang didasarkan
pada cinta; tidak ada kepedihan yang terlalu berat untuk dipikul. Cinta adalah
daya dorong yang sangat ampuh untuk kita selalu melakukan yang terbaik;
menjalani kegetiran tanpa isak, melalui kepahitan tanpa keluh, melewati lembah
kekelaman dengan kepala tegak. Tidak heran kalau
Salomo pun mengatakan, cinta itu kuat seperti maut. Marilah kita menumbuhkembangkan cinta untuk
melandasi setiap tindakan dan ucapan kita di mana pun dan kapan pun—AYA