Rabu, 28 September 2011

PERTOLONGAN TUHAN TEPAT WAKTU - ARTIKEL


Pagi ini di ruang makan kapal di sediakan kue Lupis sebagai salah satu menu sarapan pagi. Kue ini terbuat dari beras dimasak seperti lontong berbentuk segi tiga dan bertabur kelapa parut dan air gula merah.  The taste is nice. I really enjoyed it. Lupis ini memang salah satu makanan kesukaan saya.
Entah mengapa, setiap saya menemukan kue Lupis dimana saja, saya selalu teringat kesaksian seorang ibu penjual Lupis yang terjadi puluhan tahun yang lalu. Waktu itu saya masih remaja. Ibu yang telah lelah berkeliling itu beristirahat sejenak di rumah kami. Sebagai pedagang keliling dengan berjalan kaki, wajarlah bila dia lelah dan butuh istirahat barang sejenak.
Tidak disangka bahwa dalam perbincangan dengan keluarga saya di teras rumah, ibu penjual Lupis keturunan India ini didalam istirahatnya, masih menyempatkan diri menyaksikan kepada keluarga kami akan pertolongan Tuhan yang dia alami.
Suatu waktu, seperti biasa, ibu ini melangkahkan kakinya dari rumah dengan menjunjung tampi Lupis diatas kepalanya.  Langkah yang penuh harapan bahwa Lupis jualannya akan laku dan dia akan membawa pulang uang untuk kebutuhan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Tetapi hari itu merupakan kejadian yang aneh. Suatu kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Sejak  pagi dia berangkat dari rumah hingga menjelang siang, tidak satu orang pun yang membeli kue Lupisnya.  Menyadari keadaan itu, si ibu inipun mulai kuatir. Dia kuatir tidak dapat membawa uang pulang ke rumah untuk membeli beras dan sedikit lauk untuk keperluan keluarga besok hari. Sedangkan suaminya yang biasanya kerja mocok2 dengan penghasilan yang tidak dapat diharapkan, sedang tidak bekerja sejak beberapa minggu.

Siang pun berlalu, ibu ini terus berkeliling sambil meneriakkan nama dagangannya yaitu Lupis. Sedang peluh sudah membasahi tubuhnya yang kurus yang diselimuti baju yang warnanya mulai pudar. Semakin sore, semakin sering pula dia meneriakkan Lupisnya. Mungkin karena perasaan kesal bercampur dengan kwatir yang semakin menjadi-jadi. Tapi sungguh aneh, sampai jam 5 sore, semua usahanya sepertinya sia-sia. Tidak satu orang pun yang membeli lupis dagangannya. Ini sungguh belum pernah terjadi.
Dalam kelelahan dan putus asa, dia pun duduk di pinggir jalan sambil merenungkan nasibnya hari itu. Air matanya mulai menetes. Ibu ini menangis bukan karena menyesali segala usaha dan jerih payahnya yang seakan sia-sia, karena ia sadar bahwa itu adalah tanggung jawab yang harus dilakukannya. Tetapi ia menangis karena memikirkan apa yang akan dimakan oleh anak-anaknya besok.
Di tengah isak-tangis dan kegalauannya, tiba-tiba ia teringat kepada Tuhan. Diatas rerumputan di pinggir jalan itu ia duduk dan berdoa di dalam hati ;” Tuhan, hari ini aku tidak mendapat apa-apa. Aku sudah berusaha, tapi tidak seorangpun membeli daganganku. Aku tidak menyesal atas jerih payahku yang sia-sia. Tetapi Engkau tahu Tuhan, anak-anak yang Engkau berikan kepadaku butuh makan besok hari. Terserah Engkaulah Tuhan.”
Setelah berdoa, ia pun beranjak dari tempat duduknya dan bermaksud untuk membuang ke Tong Sampah semua kue Lupisnya. Tapi kemudian tiba-tiba ia berpikir untuk membuang dagangannya itu ke sebuah sangai kecil yang terdapat di pinggiran komplek perumahan kami. Dia pun berjalan menuju kesana sambil tetap menjunjung tampi dagangannya, tapi tidak lagi meneriakkannya.

Saat menuju ke sungai itulah, tiba-tiba seorang anak kecil memanggilnya. Ia pun menoleh dan mendatangi anak kecil yang berdiri di teras rumahnya itu. “Beli Lupis, bu” kata anak itu. Dia sempat tertegun, tapi ia terus mendekati anak kecil itu.  Rupanya di teras itu ada beberapa orang dewasa dan anak-anak sedang berkumpul dan bercanda ria.  Dan sesampai di teras itu, bukan anak kecil ini yang membeli kue Lupisnya, tapi seorang ibu, yang mungkin ibu anak itu malah memborong semua kue Lupisnya. Sungguh kejadian yang luar biasa. Tuhan menjawab doanya.
Begitu kuatnya kesaksian ibu ini tertanam dalam ingatan saya, sehingga pagi inipun saya menceritakan kesaksian ibu ini kepada teman yang  satu meja dengan saya di ruang makan, sambil saya memakan kue Lupis kesukaan saya.
Comments