Kamis, 03 November 2011

KHOTBAH BUKAN UNTUK MENYENANGKAN PENDENGARNYA


KHOTBAH BUKAN UNTUK MENYENANGKAN  PENDENGARNYA
Pendeta Stephen  Tong juga mengatakan bahwa kita perlu belajar beriman dan percaya bahwa Roh yang telah menggerakkan para nabi dan para rasul memberitakan Firman Tuhan adalah Roh yang sama yang juga dapat menggerakkan kita. Di sini, kita teringat perkataan seorang Elisa sebelum Elia terangkat ke sorga, “Biarlah kiranya aku mendapat 2 bagian dari rohmu.” 2 Raj. 2:9.  Sayang sekali, di kalangan gereja-gereja Protestan tidak banyak pemberita-pemberita Firman yang memiliki urapan dan kuasa yang besar. Pengkhotbah-pengkhotbah yang hanya berusaha untuk menyenangkan pendengar dan jemaatnya dan tidak mencari kepenuhan kuasa dan kehadiran Tuhan dalam pelayanannya tidak mungkin dapat hidup memperkenan serta menyenangkan hati Tuhan.
Berbeda dengan pengkhotbah legendaris seperti Dr. Andrew Gih, pak Tong tidak berusaha untuk membujuk  pendengarnya untuk menerima kebenaran Injil Yesus Kristus. Seringkali pada saat mengundang,  beliau mengatakan, “Sekarang saya memberikan kesempatan terakhir bagi mereka yang mau menerima Tuhan ... setelah itu kesempatan akan ditutup.” Injil dan Firman Tuhan bukanlah sesuatu yang perlu diobral, karena bukan Tuhan yang membutuhkan manusia, tapi manusialah yang membutuhkan Tuhan dan Firman-Nya.
Seorang theolog menggambarkan khotbah Jonathan Edwards demikian, “melalui khotbah yang ia sampaikan, ia berusaha menunjukan “
1.    Memberikan kondisi yang optimal dan keadaan dimana memungkinkan terjadinya pertobatan
2.    Menawarkan  suatu hubungan yang logis antara dosa  dan pertobatan, supaya setiap  terlawat, dan  mengerti apa yang terjadi pada dirinya.
3.    Dan mempunyai pengalaman rohani, menerima kasih karunia – anugerah dari  Tuhan Yesus.
Seorang pengkhotbah yang baik tidak menyayangkan perasaan pendengarnya agar jangan sampai dibuat terluka. Alkitab mengatakan, “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian.” 2Kor. 7:10
Mungkin poin yang terakhir, seorang pengkhotbah yang baik setiap kali berdiri di atas mimbar, melihatnya sebagai kesempatan yang pertama kali, sekaligus yang terakhir kalinya. Sebagai yang pertama kali sehingga ia boleh senantiasa menjaga perasaan ketidak layakan dan ketidak mampuan, supaya ia terus-menerus belajar bergantung kepada kuasa Tuhan. Sebagai yang terakhir kali sehingga ia berusaha untuk memberikan yang terbaik yang dapat ia berikan.
Ef. 5:16. Ketika seseorang belajar untuk selalu melihat setiap kesempatan sebagai kesempatan yang terakhir, ia akan mempunyai cara pandang yang berbeda dalam melakukan segala sesuatu dalam hidup ini.